Jakarta (ANTARA) - Presiden Kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri menyinggung terkait CO2 trading atau perdagangan karbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia, yakni sebesar 29 persen tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41 persen bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030.
"Sekarang sudah akan berjalan yang namanya CO2 trade. Saya, karena di BRIN, jadi saya melihat ada sebuah kemungkinan dalam negosiasi," ucap Megawati di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat.
Perdagangan karbon membuat pembeli dapat menghasilkan emisi karbon melebihi batas yang ditetapkan sesuai dengan kredit karbon yang dibeli dari proyek-proyek hijau atau perusahaan lain yang emisinya di bawah ambang batas.
Menurut Megawati, konsep yang sedang disusun ini membuat perusahaan hanya akan membayar dengan tumbuhan. Ia mencontohkan perusahaan akan membayar seribu pohon per meter.
"Kalau saya lihat hanya orang akan membayar dengan tumbuhan. Katakan satu meter jumlahnya mungkin seribu," jelas dia.
Untuk itu, ia meminta Presiden Jokowi dapat melihat efektivitas dari perdagangan karbon. Sebab, pohon-pohon besar yang umurnya sudah ratusan tahun dengan daun kecil itu lebih efektif untuk menyimpan CO2 dan mengeluarkan oksigen.
"Artinya, kalau dihitung hanya seribu pohon, maka menurut saya jumlahnya harus dinaikkan," tambah Megawati.
Sebelumnya, Selasa (26/9), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa bursa karbon Indonesia yang resmi diluncurkan pada Selasa, merupakan kontribusi nyata Indonesia untuk melawan krisis iklim.
Presiden Jokowi menjelaskan bahwa hasil dari perdagangan tersebut akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon, karena Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam nature-based solution dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.
“Di catatan saya ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp3.000 triliun, bahkan lebih,” kata Presiden Jokowi dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa.
Angka yang sangat besar itu, menurutnya lagi, akan menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia yang menuju ke ekonomi hijau.
“Bursa karbon bisa menjadi sebuah langkah besar Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi,” ujar Jokowi, mengacu pada Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri atau 43,20 dengan bantuan internasional.
Untuk itu, Jokowi meminta perdagangan karbon mengacu pada standar karbon internasional dan memanfaatkan teknologi, sehingga proses transaksi bisa efektif.
Kemudian, dia meminta harus ada target dan kerangka waktu yang jelas baik untuk pasar karbon di dalam negeri dan pasar luar negeri.
Presiden juga meminta pengaturan dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktik di komunitas internasional, dengan memastikan bahwa standar tersebut tidak mengganggu target pengurangan emisi Indonesia.
Baca juga: Pertamina Patra Niaga beli perdana sertifikat kredit karbon
Baca juga: BEI ingin bangun infrastruktur dan ekosistem bursa karbon yang baik
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023