Bahkan, MRT sudah menjadi bagian diplomasi dan obyek wisata di Singapura."

Jakarta (ANTARA News) – Dari sisi gagasan, Jakarta lebihdulu mewacanakan sistem transportasi publik armada cepat transit massal (Mass Rapid Transit/MRT), yakni 1986.Hanya saja, Singapura pada 1987 langsung mewujudkannya dan terus berkembang.

“Saya senang beberapa waktu lalu Pak Joko Widodo dalamkapasitas pribadi mengunjungi Singapura untuk studi banding MRT,” kata WakilMenteri Luar Negeri Singapura, Masagos Zulkifli, kepada wartawan Indonesia yang difasilitasi Singapore International Foundation (SIF) diruang kerjanya, pekan lalu.

Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Joko Widodo(Jokowi), pada akhir Maret 2013 ke Singapura bertemu sejumlah pihak untukberkonsultasi mengenai sejumlah hal, terutama manajemen MRT yang kemudiandiresmikan peluncurannya pada 2 Mei lalu.

Masagos mengemukakan, Jakarta memerlukan alternatif transportasiMRT, dan Singapura dalam 26 tahun ini merasakan faedah MRT, antara lainefisiensi waktu perjalanan warga, kebersihan lingkungan, dan menghindarikemacetan berlebihan.

“Bahkan, MRT sudah menjadi bagian diplomasi dan obyek wisatadi Singapura. Kami bangga manajemen MRT menjadi studi banding bagi banyaknegara, seperti China, Korea Selatan, India, Afrika Selatan, apalagi Indonesiasebagai negara bersaudara,” ujar pria keturunan Palembang, Sumatera Selatan,itu.

Adapun Direktur Grup bidang Teknologi Transportasi danKarcis Transportasi Darat Singapura (LTA), Dr Chin Kian-Keong, menjelaskanbahwa MRT telah menjadi tulang punggung sistem transportasi di Singapura yangmerupakan negara perkotaan.

“Sejak dibentuk pada 1995, LTA menjadi otoritas publik yangmerencanakan, mengoperasionalkan, merawat semua infrastruktur dalam sistemtransportasi darat di Singapura, termasuk MRT yang sudah dibangun sejak 1987,” ujarnya.

LTA sejak didirikan membawa misi mencari alternatif modatransportasi darat untuk berbagai kebutuhan publik yang berdaya guna danberhasil guna dengan biaya sehemat mungkin.

Salah satu tantangan LTA, menurut dosen pasca-sarjanaNational University of Singapore (NUS) itu, adalah menjalankan misinya denganmenerapkan sistem pembayaran terintegrasi secara elektronik.“Pada 2020 LTA ditargetkan mampu menangani perjalanan hariandari 8,9 juta menjadi lebih dari 14,3 juta penumpang. Kami pun mendirikan LTA Academy sebagai lembaga pendidikan berkelanjutan di bidang moda transportasi darat,” kata Chin, yangjuga dosen di Singapore Institute of Management (SIM) University.

Sistem MRT harus senantiasa memperhitungkan jumlahperpindahan penduduk atau penumpang sarana transportasi secara berkala setiapjam, jarak tempuh mereka, dan fasilitas yang layak digunakannya, ujarnyamenambahkan.

Sementara itu, Silvester Prakasam selaku Direktur SistemTarif di LTA menyatakan, MRT harus berorientasi memudahkan penumpang dalammelakukan pembayaran untuk segala moda secara aman.

“Permasalahan yang terjadi di banyak negara biasanyamenyangkut faktor keamanan dalam sistem pembayaran, mulai dari pencurian kartuelektronik untuk transaksi, gagal bayar, cara isi ulang. Semua ini memerlukanstandar,” ujarnya.

Ia pun membandingkan, sistem T-money Card di Korea Selatanyang standarnya berbeda untuk angkutan umum dan jalan tol. Kemudian, sistemTouch&Go di Malaysia yang sistem isi ulangnya dilaporkan ada yang dapattercuri saat transaksi.

Selain itu, Silvester menyatakan, TransLink Card di Belandadan Oyster Card di London (Inggris) yang berteknologi Mifare dilaporkan dapatdiretas.

Adapun Octopus Card di Hongkong belum lama ini diputuskanganti sistem lantaran teknologi yang sudah diterapkan memerlukan sistempenanaman modal yang kuat dalam pengembangan transaksi pembayaran secaraelektronik (e-payment).

“Sistem pembayaran yang berkembang sesuai keinginanpenumpang saat ini adalah kartu e-paymentmudah digunakan, diisi ulang, tanpa sentuhan fisik, dan aman terhadapperetasan,” kata pria yang sejak 1990-an aktif mengembangkan sistem pembayaranelektronik di berbagai negara.

Berkaitan dengan standarisasi e-payment, ia mengemukakan, publik menginginkan sistem pembayaranyang transparan, dan pihak industri kartu elektronik menerapkan penyandiandigital atau kriptografi yang murah sekaligus mudah diisi ulang.

“Hal terpenting dari sistem e-payment adalah kartunya harus terintegrasi dapat digunakan untukbanyak kepentingan, mulai transaksi untuk semua moda transportasi, belanjahingga urusan perbankan,” ujarnya.

Ia pun menyatakan, Singapura telah menerapkan kartu EZ-Linkyang sistemnya dikembangkan secara mandiri, dan kini dimanfaatkan pula diberbagai negara.

Singapura sejak 2006 juga menerapkan standar baru berupaaplikasi layaknya dompet elektronik (common e-purse applications/CEPAS) dari SPRINGSINGAPORE, sesuai ketentuan organisasi internasional untuk strandarisasi (ISO)dan komisi internasional elektro-teknikal (IEC) tanpa royalti.

Kartucerdas CEPAS secara terpadu bermanfaat untuk semua moda transportasi darat,belanja di waralaba, bahkan pembayaran uang kuliah yang dapat diisi ulangberbasis perbankan melalui anjungan tunai mandiri (ATM) ataupun transaksiInternet.

“BankMandiri dan Bank BNI di Indonesia termasuk yang menggunakan sistem kami ini.Mandiri mengembangkan kartu e-toll, dan BNI untuk smart-card debit belanja. Iniawal baik untuk memadukan sistem pembayaran, termasuk MRT bila nanti terwujud,”demikian Silvester Prakasam.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013