Surabaya (ANTARA) - Pendidikan memegang peran penting dalam memajukan peradaban suatu bangsa, sekaligus meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang andal. Rendahnya kualitas pendidikan dapat menjadi penyebab dari krisis SDM andal.
Kini zaman semakin maju sehingga berpengaruh pada perkembangan berbagai sendi kehidupan, termasuk sektor perekonomian. Oleh karena itu, sudah semestinya lapangan pekerjaan juga membutuhkan SDM yang benar-benar kompeten untuk bersinergi bersama.
Penyebab rendahnya kualitas SDM bisa jadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menuntut ilmu. Masih ada sebagian masyarakat yang berpandangan bahwa pendidikan bukanlah suatu kebutuhan mereka.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya adanya anggapan bahwa sekolah hanyalah membuang-buang waktu dan menambah beban serta tekanan karena harus belajar. Bisa juga karena masalah perekonomian, di mana orang tua merasa berat dengan tanggungan hidup ditambah lagi dengan biaya sekolah.
Diketahui, masih banyak anak yang putus sekolah dan terpaksa harus bekerja tanpa dibekali dengan keahlian atau kemampuan yang mumpuni. Sehingga, inilah yang membatasi mereka untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang sesuai.
Apalagi karakter setiap orang berbeda-beda, di mana ada orang yang memiliki biaya dan mampu untuk bersekolah, tetapi semangat juangnya dalam belajar tidaklah tinggi.
Ada juga yang tidak memiliki biaya, tetapi tetap berjuang untuk bisa sekolah dengan melakukan beberapa pekerjaan. Tentunya ada juga orang yang memiliki biaya dan semangat besar untuk terus mengenyam pendidikan setinggi mungkin guna mewujudkan cita-citanya.
Pendidikan merupakan amanah UUD 1945. Pemerintah menyadari pentingnya peran pendidikan dalam menciptakan SDM berkualitas. Negara pun sudah memberikan amanat melalui UU, baik itu Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Untuk itu, pemerintah melalui sekolah dan perguruan tinggi dituntut memberikan pendidikan berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang profesional di bidang ilmunya, serta menjadi pribadi manusia yang mandiri, kreatif serta dapat berpikir logis.
Jaminan pendidikan
Pendidikan berkualitas merupakan landasan penting dalam pembangunan suatu negara. Di Indonesia, pemerintah telah berkomitmen untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat
Upaya pemerataan dan perluasan pendidikan merupakan suatu kebijakan publik yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda). Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik, pemda membuat perencanaan yang matang.
Proses pemerataan dan perluasan kesempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak yang sama di dalam mengakses pendidikan.
Upaya memberikan jaminan pendidikan berkualitas telah dicontohkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur, dengan menerbitkan Perda Nomor 16 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Wajib Belajar 12 Tahun.
Melalui perda itu, Pemkot Surabaya memiliki kewajiban untuk memperhatikan pendidikan anak-anak. Meski tingkat SMA dan SMK dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Timur, namun pemkot masih mmepunyai tanggung jawab memberikan bantuan pendidikan.
Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan Pemprov Jatim agar bisa memastikan anak-anak di Surabaya mendapat pendidikan berkualitas. Jangan sampai ada berita tentang pemkot membantu siswa yang ijazahnya ditahan, siswa yang tidak bisa ikut ujian, atau tidak bisa ambil rapor.
Sebenarnya, di Surabaya sudah ada kategori pramiskin, miskin, dan miskin esktrem. Dengan kategori itu, Pemkot bisa memantau warga miskin yang anaknya masuk SMP atau SMA. Untuk hal ini, pejabat daerah atau kelurahan harus proaktif melihat warganya.
Sampai saat ini data demografi penduduk Surabaya yang produktif mencapai 70 persen, sedangkan yang non-produktif 30 persen. Oleh karena itu, Pemkot Surabaya harus segera memenuhi kebutuhan dasar yakni pendidikan.
Diakui Pemkot Surabaya sudah menunjukkan perhatiannya pada anak tingkat SMA atau SMK hingga mahasiswa di perguruan tinggi. Mereka yang berasal dari keluarga miskin, diberikan bantuan beasiswa Pemuda Tangguh. Pemkot menyalurkan bantuan Rp200 ribu per bulan serta seragam dan sepatu. Bantuan itu berasal dari APBD Surabaya.
Hanya saja kalau untuk sekolah swasta masih ada biaya lain yang tidak bisa tercukupi dengan bantuan Rp200 ribu itu. Hal inilah yang menyulitkan warga miskin untuk bisa memberikan pendidikan berkualitas pada anak-anaknya.
Untuk itu, perlu gotong bersama antara pemda dengan pihak swasta untuk membantu anak-anak yang kesulitan biaya pendidikan. Upaya tersebut diwujudkan dengan program orang tua asuh. Melalui program itu, banyak dari kalangan pengusaha dan pejabat menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga miskin.
Bahkan sebanyak 1.753 pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya menjadi orang tua asuh bagi 2.416 anak dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Tidak hanya itu, mereka juga diminta menyisihkan penghasilannya Rp125 ribu setiap bulan sebagai zakat penghasilan. Hal itu dilakukan sampai anak asuhnya itu lulus sekolah.
Program itu mampu menumbuhkan rasa gotong-royong dan terus memupuk rasa cinta kasih kepada sesama.
Zero putus sekolah
Faktor kemiskinan menjadi masalah utama penyebab anak putus sekolah dikarenakan masyarakat lebih memilih anaknya bekerja untuk membantu kedua orang tuanya.
Selain itu, juga rendahnya pendidikan atau pengetahuan orang tua tentang pentingnya pendidikan, sehingga menjadikan sekolah bukan kebutuhan dasar untuk mendapatkan pendidikan.
Tidak hanya itu, biaya sekolah yang relatif masih mahal, terutama jenjang yang lebih tinggi juga mempengaruhi orang tua lebih memilih mengajaknya untuk bekerja. Kenakalan remaja seperti bullying dapat mempengaruhi anak menjadi tersakiti secara psikologis dapat membuat anak tidak ingin untuk bersekolah.
Adanya anak putus sekolah itu juga bisa menjadi ancaman bagi masa depan keluarga. Jika anak tidak mempunyai aktifitas pendidikan, maka akan rentan hal-hal negatif seperti narkoba, kriminalitas, dan lainnya.
Terlebih, mereka berasal dari keluarga miskin yang tak mampu memberikan fasilitas untuk menyalurkan hobi serta menumbuhkan potensi diri. Maka, kehidupan mereka tidak akan berkualitas.
Faktor kemiskinan yang menjadi salah satu penyebab masih adanya anak putus sekolah di Surabaya. Meskipun demikian, jumlahnya anak putus sekolah rendah dengan dibuktikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Surabaya tahun 2022 tertinggi di Jawa Timur yakni sebesar 82,74 atau naik 0,43 dari tahun 2021 sebesar 82,31.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sendiri mengakui bahwa masalah pendidikan di Surabaya yang paling banyak adalah terkendalanya biaya pendidikan, salah satunya tidak bisa menebus ijazah, tidak bisa ikut ujian karena tidak bisa bayar SPP dan lainnya.
Jika persoalan pendidikan itu dapat diselesaikan, maka IPM Surabaya bisa lebih tinggi dari angka 82,74. Tentunya masih banyak pekerjaan rumah (PR) di Kota Pahlawan yang harus segera diselesaikan.
Hal itu juga sesuai amanah konstitusi UUD 1945, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. Apalagi keinginan Surabaya saat ini adalah menuju kota layak anak (KLA) tingkat dunia. Tentunya, Surabaya harus zero atau nol terhadap anak-anak yang putus sekolah.
Terlebih, Surabaya memiliki visi besar yakni, gotong royong menuju Surabaya Kota Dunia yang Maju, Humanis, dan Berkelanjutan. Dengan visi besar itu, jika masih ada anak putus sekolah, maka sangat ironis dan tentunya tidak humanis.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023