Surabaya (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Fahrul Muzaqqi menyatakan suara dari kalangan Nahdliyin menjadi kunci yang menentukan pemenang di pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Tentu saja, saya yakin itu penentu-nya Nahdliyin karena suaranya sangat mayoritas di konteks pilpres," kata Fahrul kepada ANTARA melalui sambungan telepon, Rabu.
Fahrul menyebut sejauh ini baru pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau "AMIN" yang paling terlihat memiliki potensi meraup suara Nahdliyin.
Hal itu disebabkan karena faktor keberadaan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan partai-nya.
Namun, kondisi tersebut bisa berubah ketika dua bakal calon presiden lainnya, yakni Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto bisa menggandeng bakal calon wakil presiden dari kalangan Nahdliyin.
"Jika Pak Ganjar dan Pak Prabowo sama-sama mengambil wakil dari kalangan Nahdliyin, maka berubah persaingannya," ujarnya.
Keberadaan bakal calon wakil presiden dari Nahdliyin bagi Prabowo dan Ganjar diprediksi berpotensi menggerus suara kalangan tersebut yang sejauh ini lekat dengan kubu pasangan "AMIN".
"Cak Imin (Muhaimin Iskandar) sudah dengan sendirinya ketinggalan, tinggal dua kandidat ini ambil wakil dari Nahdliyin atau tidak," ucapnya.
Sementara, pengamatan politik dari Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam menilai bahwa suara Nahdliyin memang wajar untuk diperebutkan oleh setiap kontestan di Pilpres 2024, karena didasari banyaknya tokoh yang memiliki basis massa besar.
"Tokoh-tokoh yang punya patron, warga Nahdliyin dan Nahdlatul Ulama (NU) itu banyak sekali, wajar kalau kemudian suara Nahdliyin diperebutkan," ucapnya.
Kendati demikian, Surokim memprediksi para bakal calon presiden kesulitan apabila berambisi mendapatkan suara Nahdliyin secara utuh.
"Suara Nahdliyin itu tersebar di banyak kalangan, termasuk partai," ujarnya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Baca juga: Ketum PBNU minta capres-cawapres tak atasnamakan NU di Pilpres 2024
Baca juga: Suara NU dan "Politik" NU pada Pemilu 2024
Pewarta: Abdul Hakim/Ananto Pradana
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023