Ini adalah pelanggaran serius, dan ada sanksinya"
Palu (ANTARA News) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tengah Dwi Prasetyo menyatakan ada kelalaian petugas hingga menyebabkan kaburnya narapidana kasus terorisme, Basri, dari Lapas Ampana di Kabupaten Tojo Una-Una.
Dwi Prasetyo di Palu, Senin, mengatakan, kesimpulan adanya kelalaian itu berdasarkan hasil pemeriksaan tim investigasi yang telah bertugas beberapa pekan lalu di Lapas Klas II/B Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una.
Dia mengatakan bentuk kelalaian itu berupa ketiadaan pemberitahuan kepada polisi ketika Basri diijinkan menjenguk istrinya di Kabupaten Poso.
"Seharusnya ada karena Basri adalah tahanan khusus dengan vonis 19 tahun," katanya.
Kelalaian selanjutnya adalah tidak ada pemberitahuan kepada Kepala Lapas II/B Ampana serta tembusan kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tengah.
"Ini adalah pelanggaran serius, dan ada sanksinya," kata Dwi Prasetyo.
Aparat yang kemungkinan mendapatkan sanksi antara lain Kepala Lapas, petugas jaga, dan pengawal Basri saat berkunjung ke Poso.
Dia juga mengatakan, hasil investigasi itu juga telah disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta. "Kita tunggu saja sanksi apa yang akan diberikan," katanya.
Basri kabur dari pengawalan petugas Lapas Klas II/B Ampana saat menjenguk istrinya di Kabupaten Poso yang berjarak sekitar 220 kilometer dari tempatnya ditahan pada 19 April 2013.
Basri diduga memanfaatkan kelengahan petugas usai melaksanakan shalat Jumat di Poso.
Basri alias Ayas alias Bagong adalah pria kelahiran Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, 37 tahun silam. Pria yang divonis pada 2006 ini diduga masih berada di wilayah Sulawesi Tengah.
Saat ini polisi masih memburu Basri dan 21 buron kasus kekerasan Poso lainnya yang dipimpin oleh Santoso.
Pewarta: Riski Maruto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013