Padang (ANTARA) - Guru Besar Mekanika Teknik dan Rekayasa Struktur Fakultas Teknik Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Prof Febrin Anas Ismail menjelaskan cara masyarakat Minangkabau mendirikan bangunan (rumah) yang tahan terhadap guncangan gempa dengan konsep kearifan lokal.

"Kearifan lokal yang diturunkan turun-temurun di Minangkabau, khususnya pembuatan rumah masyarakat, terbukti mampu bertahan terhadap bencana alam, khususnya gempa," katanya di Padang, Selasa.

Ia mengemukakan hal tersebut saat pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul orasi ilmiah "Local wisdom dalam mitigasi bencana. Studi kasus: Rumah masyarakat di Minangkabau".

Ia mengatakan rumah gadang (rumah tradisional) masyarakat Minangkabau tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga tempat pelaksanaan upacara adat.

Sistem struktur rumah gadang beradaptasi dengan lingkungannya, terutama bencana alam serta ancaman lain, seperti binatang buas. Bahkan, struktur rumah gadang menunjukkan struktur yang mampu menghadapi guncangan akibat gempa.

"Seluruh elemen struktur terutama struktur atas terikat dengan baik," kata dia.

Balok kayu yang dimasukkan ke dalam tiang untuk memastikan ikatan tidak lepas akibat guncangan yang kuat, misalnya gempa bumi. Fondasi yang diletakkan di atas sandi (batu ceper) tidak diikat atau ditanamkan guna memastikan guncangan gempa terisolasi hanya di bagian tanah.

Baca juga: Rumah gadang berusia 100 tahun jadi tempat belajar hafiz di Agam

Dinding rumah gadang terbuat dari bambu yang dirajut (sasak bugis) merupakan dinding yang ringan dan fleksibel serta efektif menghadapi guncangan gempa.

"Jadi, secara umum kearifan lokal yang diturunkan secara turun-temurun melalui tukang tuo, yaitu tukang yang punya kompetensi membangun rumah gadang, tetap bertahan hingga saat ini," ujarnya.

Secara umum, masyarakat Minangkabau memandang lahan di suatu nagari (desa) tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga simbol dari status sosial. Penguasaan lahan di Ranah Minang dilakukan secara komunal mengikuti sistem hirarki sosial.

Tata guna lahan dalam membangun nagari, memiliki aturan yang dituangkan dalam pepatah "nan data kaparumahan (yang datar untuk perumahan), nan lereng pananam tabu (yang lereng untuk menanam tebu), nan munggu kapakuburan (yang gundukan untuk pemakaman), nan bancah batanam padi (yang berlumpur untuk menanam padi), nan baraia untuak itiak (yang berair untuk ternak itik).

Dengan kata lain, katanya, peruntukan lahan di Tanah Minang sudah disesuaikan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.

"Dari pepatah ini diketahui pola penggunaan lahan dilakukan dengan membagi kelompok fungsi berdasarkan kondisi lahannya," kata dia.

Baca juga: Rumah adat Minangkabau di Solok terbuat dari beton
Baca juga: Komunitas Sosial Sembalun rancang rumah tahan gempa dari bambu
Baca juga: BNPB: Anyaman bambu dapat perkuat konstruksi rumah tahan gempa

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023