Kota Bandung (ANTARA) - Ahli Pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Agus Sudibyo menyampaikan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang begitu pesat, harus menjadi perhatian pemerintah dengan menetapkan regulasi yang tepat.

“Bagaimana platform global beroperasi itu memang perlu diatur oleh negara yang disebut sebagai regulasi internet,” kata Agus saat Seminar Nasional Teknologi AI terhadap Perkembangan Profesi Wartawan dalam rangkaian Kongres XXV PWI di Bandung, Senin.

Menurut Agus regulasi untuk AI dibutuhkan di Indonesia agar di masa depan tidak ada kasus masyarakat kehilangan pekerjaan akibat teknologi AI. Salah satunya, sektor media massa.

“Salah satunya dalam konteks studi kritis ini terkait dengan AI adalah akan ada banyak profesi yang mengalami goncangan luar biasa, itu yang disebut sebagai disrupsi,” kata dia.

Namun demikian, untuk menetapkan regulasi tentang perkembangan teknologi AI di Indonesia, pemerintah diharapkan jangan sampai memunculkan aturan yang justru menghambat inovasi serta praktik kebebasan berpendapat.

“Syaratnya kalau negara mau hadir untuk mengatur ranah digital, jangan sampai niatnya mengatur residu tapi dampaknya justru merusak sisi-sisi positif dari digitalisasi,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa pada prinsipnya teknologi AI memberikan perkembangan tentang inovasi serta kemajuan zaman yang bisa membantu pekerjaan manusia di masa mendatang.

“Pentingnya kita merangkul AI, Insyaallah AI memberikan banyak manfaat dalam hidup kita dan kita bisa memanfaatkan itu,” kata Agus.

Sementara itu, CEO TVOne Eko Nugroho berpandangan dalam perkembangan teknologi AI di Indonesia, semua pihak termasuk media massa harus beradaptasi, namun butuh kehati-hatian jangan sampai menggeser peran manusia.

Meski demikian, media massa harus terus berperan aktif untuk mengedukasi masyarakat agar teknologi AI tersebut tidak menjadi sarana munculnya berita bohong.

“Kita harus berperan disini, karena banyak sekali berita bohong yang dibuat oleh teknologi AI, kalau kita tidak memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi,” katanya.

Eko menuturkan dengan adanya AI dalam peran jurnalistik diyakini akan lebih terbantu, karena teknologi tersebut bisa memuat berbagai bahasa asing untuk bisa dikomsumsi kepada khalayak banyak.

“Jadi memang tidak ada tujuan untuk menggantikan presenter dengan AI, malah karyawan kami bisa lebih produktif, salah satu contohnya ketika kita berbahasa Rusia, Inggris, China dan India, presenter kami menyajikan suatu berita yang bisa dibuat bahasa-bahasa lainnya juga,” kata dia.

Baca juga: Presiden Jokowi sebut kritik media energi tambahan bagi pemerintah

Baca juga: Dewan Pers optimistis kepengurusan baru PWI mampu jaga integritas

Baca juga: Ilham Bintang harap Kongres XXV PWI jauh dari politik transaksional

Pewarta: Rubby Jovan Primananda
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023