membuka kesempatan publik untuk mengasuh pohon di Desa Guguk
Jambi (ANTARA) - Masyarakat adat Renah Pembarap didampingi Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Desa Guguk telah menjaga dan merawat 257 pohon di hutan adat yang merupakan titipan warga dari luar kota seperti Jakarta dan kota lainnya bahkan juga dari Korea.
"Ini pola kami dalam melestarikan hutan melalui 'Pohon Asuh' yaitu program imbal jasa lingkungan berupa pemberian reward atau dukungan dari publik untuk masyarakat yang telah mengelola hutannya dengan baik sehingga bisa tetap memberikan udara segar untuk penjuru bumi," kata Ketua KPHA Desa Guguk, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin Ryan Hidayat.
Menurut Ryan Hidayat di Desa Guguk, Senin, dari 257 pohon di hutan adat di Desa Guguk ini, KPHA mengumpulkan dana donasi sebanyak Rp52 juta. Dana tersebut dialokasikan untuk operasional patroli dan biaya operasional pemasangan label adopsi di masing-masing pohon, penguatan kelembagaan, serta distribusi dana paling banyak untuk paket sembako.
Sementara itu program Pohon Asuh ini juga sudah dikembangkan oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi di Desa Guguk sejak 2019, namun pada 2021 terjadi konflik satwa antara manusia dan harimau.
Kejadian ini sempat membuat masyarakat takut beraktivitas di sekitar hutan, karena itu proses survei dan pemasangan label adopsi di pohon asuh tidak bisa dilakukan.
Baca juga: Pohon Asuh, asa sejahtera dan hulubalang raksasa jaga Heart of Borneo
Baca juga: Gubernur Sumbar ajak pejabat daerah ikut program pohon asuh
Pohon asuh merupakan skema adopsi pohon di mana publik luas yang peduli pada kelestarian memberikan insentif atau reward kepada masyarakat yang memiliki hutan.
Selama dua tahun dan situasi sudah mulai aman, program pohon asuh kembali dijalankan di Desa Guguk dan masyarakat kembali bersemangat untuk melakukan survei identifikasi pohon yang akan diunggah ke website pohonasuh.org.
“Ini baru manfaat kecil dari Pohon Asuh, ke depan semakin banyak pohon dalam website maka akan semakin membuka kesempatan publik untuk mengasuh pohon di Desa Guguk,” katanya.
Hutan Adat Guguk yang dikukuhkan dengan SK Bupati Merangin Nomor 287 Tahun 2003, selama ini dijaga masyarakat karena merupakan sumber mata air. Masyarakat memiliki aturan yang disepakati bersama untuk mengelola hutan dan tidak banyak tempat yang masih menjalankan hukum adat untuk urusan lingkungan.
Baca juga: Pohon Asuh, Bentuk Kepedulian Mahasiswa pada Alam dan Lingkungan
Baca juga: Hutan Adat Serampas jadi bagian penilaian Tim UGG-Geopark Merangin
Aturan adat tersebut, diantaranya pengambilan kayu sesuai aturan dan hanya diizinkan melalui rapat bersama lembaga adat. Pemberlakuan denda adat untuk orang yang dengan sengaja menebang pohon dan merusak hutan.
Denda yang diberlakukan juga tidak main-main berjumlah besar, seekor kerbau, beras 250 gantang, dan 200 butir kelapa serta selemak semanis untuk orang yang terbukti merusak hutan.
Pengaturan yang sangat ketat ini tidak lepas dari posisi Hutan Adat yang persis di belakang pemukiman warga berupa bukit yang curam.
Saat ini masyarakat Desa Guguk sudah menuai manfaat dari penjagaan hutan yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka. Hutan dan lingkungan yang terjaga saat ini yang mereka nikmati harus diwariskan dengan kondisi yang sama baiknya kepada anak cucu nanti.
Baca juga: Perambah hutan kena denda satu kerbau di Jambi
Baca juga: Pengelola hutan adat Jambi terima SK Presiden
Baca juga: Menunggu Perda Masyarakat Hukum Adat di Jambi
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023