Surabaya (ANTARA) - Keberadaan kota-kota tua di Indonesia yang merupakan bagian dari peninggalan sejarah, turut menyumbang dalam pengembangan potensi wisata di daerah.

Indonesia dengan beragam budayanya memiliki banyak peninggalan sejarah kota yang disebut kota lama, kota tua, atau kota sejarah. Semua itu memperlihatkan masa kejayaan perdagangan di Asia pada abad 17 dan 18.

Peninggalan sejarah kota itu jika dioptimalkan dengan baik, maka akan menjadi daya tarik pariwisata tersendiri seperti yang sudah banyak dilakukan oleh negara-negala lain, seperti di Eropa.

Berkunjung ke lokasi wisata bersejarah, daerah dengan arsitektur dan gedung-gedung yang tergolong tua, serta melihat-lihat area atau peninggalan yang berumur puluhan bahkan ratusan tahun masih menjadi daya tarik wisatawan.

Selain menambah wawasan terhadap peristiwa sejarah, namun juga menikmati perasaan kembali ke masa lampau.

Tidak jarang, orang rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengunjungi kota di luar negeri dengan arsitektur yang tidak dapat ditemukan di Indonesia atau bahkan yang cenderung kental dengan kemistisannya.

Berdasarkan riset yang dilakukan perusahaan e-commerce, kawasan kota tua adalah salah satu tujuan perjalanan paling populer di dunia. Kota tua yang sering dikunjungi wisataan saat musim panas kebanyakan berada di Eropa.

Kota-kota di Eropa terkenal dengan peninggalan pada abad pertengahan. Salah satu kota tua dan bersejarah di dunia yang paling terkenal adalah Praha di Republik Ceko.

Salah satu kota tua bersejarah di dunia lainnya ada di Bruges, Belgia. Kemudian Kota Tua Avignon di Prancis, Heidelberg di Jerman, Siem Reap di Kamboja, Chora di Yunani, Fremantle di Australia Barat dan masih banyak lagi.

Selain di luar negeri, kota tua juga ada di Indonesia. Wisata kota tua adalah salah satu destinasi favorit ketika berkunjung ke ibu kota. Namun, kota tua tidak hanya ada di Jakarta saja melainkan ada di beberapa daerah di Indonesia.

Sebagai salah satu negara yang lama dijajah, menjadikan beberapa tempat di Indonesia mempunyai ciri khas kolonial Belanda. Tak jarang, tempat-tempat bekas jajahan memiliki ciri khas bangunan yang unik dan penuh dengan sejarah.

Salah satu wilayah yang terkenal akan kekhasan arsitektur kolonialnya adalah wilayah kota tua di Jakarta. Di sana banyak bangunan lainnya adalah bekas dari bangunan-bangunan yang dibangun oleh Belanda.

Kota tua lainnya ada di Semarang, Yogyakarta, Solo, Kediri, Salatiga, Ampenan Mataram, Medan, Bandung, Padang, Palembang, Surabaya, Singkawang, Tegal, Cirebon dan lainnya.

Potensi wisata

Sama seperti kawasan kota lama di dunia, kota tua di Indonesia dimanfaatkan sebagai tempat wisata bersejarah dengan mengubah fungsi bangunan lama menjadi museum yang menyimpan banyak informasi berharga tentang sejarah kota.

Hal itu dapat dilihat di kawasan Kota Tua Jakarta yang memiliki beberapa objek wisata yang sangat menarik, di antaranya museum yang menyimpan segudang informasi berharga tentang sejarah kota.

Peninggalan kota tua akan menjadi pariwisata daerah andalan yang mampu mendatangkan banyak kegiatan dan turis ke Indonesia.

Jakarta dan Surabaya pernah menjadi pusat Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang juga banyak meninggalkan sisa kota lama dan aktivitas bersejarah yang bisa dinikmati masyarakat.

Sudut kawasan kota tua Surabaya (ANTARA/HO-Diskominfo Surabaya)

Indonesia juga punya Kota Lama di Padang, Sumatera Barat yang menyimpan sejarah Adat Minang. Kawasan Padang Lama ini bernilai budaya kental dan menjadi salah satu produk wisata menarik karena melibatkan kehidupan masyarakat sekitar.

Selain itu, ada juga Kota Tua di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menyimpan sisa-sisa peninggalan Portugis. Kota Tua Kupang ini memiliki potensi besar terkait peninggalan sejarah yang hampir punah.

Nilai tambah

Kota tua yang terpelihara dengan baik serta menyatu dengan kehidupan kota modern, menggambarkan dinamika ekonomi, sosial, dan budaya yang berjalan dengan baik. Selain itu, dapat mendorong tercapainya efisiensi dan efektivitas serta peningkatan produktivitas.

Banyak nilai tambah yang dapat diperoleh dari keberadaan kawasan kota tua yang terpelihara, seperti halnya dapat mendorong terciptanya lapangan pekerjaan serta meningkatkan nilai tambah atas lahan yang ada di kawasan tersebut.

Selain itu, dapat mempertahankan sejarah serta nilai budaya yang dimiliki oleh kawasan tersebut.  Ini yang dapat dimanfaatkan dari segi pariwisata, kota tua dapat menjadi destinasi wisata karena nilai tambahnya dari sisi sejarah dan budaya.

Bisa dikatakan, citra suatu kota dapat dilihat dari peninggalan kota zaman dahulu. Kota tua menggambarkan pola pikir serta kehidupan sosial yang berkembang di masa lampau. Namun hal yang patut disayangkan, keberadaan kota tua saat ini seperti terlupakan.

Adapun strategi yang dapat dijalankan dalam memelihara kawasan kota tua adalah mempelajari sejarah dan nilai budaya yang dimiliki kawasan tersebut, mengubah pola hidup masyarakat, serta penyusunan kebijakan yang mendukung upaya pelestarian tersebut.

Strategi tersebut harus dapat dijabarkan dalam rencana kerja dan program para pemangku kebijakan. Untuk itu, dibutuhkan keterlibatan seluruh stakeholder baik masyarakat, pemerintah, maupun dunia usaha.


Revitalisasi

Selain di Jakarta, kawasan wisata kota tua ada di Kota Surabaya, Jawa Timur, tepatnya di wilayah bagian utara yang mencakup sejumlah area, antara lain Jalan Karet dan Jembatan Merah. Di dua kawasan itu bakal dilakukan penataan.

Kenapa harus Jalan Karet dan Jembatan Merah? Karena Jalan Karet memiliki nilai sejarah sebagai pusat perdagangan dan niaga, sehingga ada banyak bangunan arsitektur Tiongkok. Dahulunya bangunan itu adalah toko berbagai macam jenis barang.

Begitu halnya dengan Jembatan Merah. Tempat itu bukan hanya jalan penghubung biasa, tapi juga jembatan yang memiliki nilai sejarah. Dahulunya menjadi tempat pertahanan saat melawan sekutu. Jembatan merah ini dulunya dibangun untuk menghubungkan Surabaya Timur dan Barat yang dipisahkan oleh Sungai Kalimas.

Pekerja mengecat Jembatan Merah, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (15/3/2021). Pengecatan bangunan cagar budaya yang dibangun pada tahun 1809 tersebut agar tetap terawat. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.)

Tujuan dari penataan kawasan itu, adalah untuk meningkatkan daya tarik wisata lokal dan perekonomian di Kota Pahlawan. Penataan tersebut ditargetkan rampung sebelum akhir Desember 2023.

Konsep yang diusung untuk kawasan kota tua adalah "Suroboyo Kutho Lawas". Kawasan ini nantinya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjual aneka olahan kopi yang berjajar di sepanjang Jalan Karet. Kopi-kopi barista yang selama ini ada di Jalan Tunjungan itu nanti juga ada di sana.

Nantinya, di kawasan kota tua juga akan ada wisata susur sungai yang bisa saling terkoneksi dengan tempat-tempat wisata lainnya seperti Monumen Kapal Selam, Alun-Alun Suroboyo, Tunjungan Romansa, Rumah Bung Karno, Kya-Kya, hingga ke kawasan kota tua.

Selain itu, ada beberapa gedung bersejarah meliputi eks De Javasche Bank, Gedung Singa, Gedung PTPN dengan arsitektur Belanda, Pasar Pabean, Pusat perdagangan Pecinan Kya-Kya.

Selain kota tua, juga dikembangkan pariwisata ikonik di Kampung Lawas Maspati Gang V dan VI, Bubutan, Surabaya. Kampung Lawas Maspati yang memiliki nilai budaya dan nilai sejarah bangsa Indonesia.

Perlu ditekankan bahwa komitmen dari penataan kota tua adalah mewujudkan Surabaya menjadi kota yang berkepribadian dalam budaya. Untuk itu, tempat-tempat wisata yang ada di Surabaya ke depannya diharapkan bisa saling terintegrasi satu sama lain.

Revitalisasi kota tua seyogyanya tidak hanya ditekankan pada bangunannya saja, tapi juga masyarakat sekitarnya yang peduli dengan keberadaan bangunan sejarah di kota tua. Jika masyarakatnya peduli, maka sampai kapanpun bangunan kuno bersejarah bisa terpelihara dengan baik.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023