Pohuwato (ANTARA) - Sosiolog Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Dr. Funco Tanipu, S.T., M.A. memaparkan rekomendasi mengenai penyelesaian konflik yang terjadi di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.
Menurutnya, peristiwa yang terjadi di Kabupaten Pohuwato pada Kamis (21/9) menjadi konflik terbesar kedua di kawasan Teluk Tomini, setelah konflik Poso.
"Agenda jangka pendek dan jangka panjang harus segera dirumuskan untuk dapat meredam konflik horisontal," ucap Funco di Gorontalo, Ahad.
Pertama, bahwa Pohuwato adalah miniatur Indonesia karena ada multietnis dan agama, sehingga peristiwa tersebut jangan sampai akan memicu konflik yang lebih besar hingga melebar menjadi konflik etnis dan agama.
"Tanda-tanda itu sudah terlihat sejak peristiwa barusan," ucapnya.
Ia berpendapat bahwa potensi sumber daya alam di Pohuwato harusnya menjadi anugerah dan karunia dari Tuhan untuk kemaslahatan rakyat, jangan malah sebaliknya, kekayaan alam malahan menjadi akar persoalan hingga berakhir musibah.
Diperlukan model tata kelola konflik yang menjadi rumusan komprehensif untuk dijadikan solusi jangka pendek bagi pengelolaan sumber daya alam Pohuwato, kata Funco.
Model tata kelola konflik tersebut harus menjadi basis perencanaan pembangunan Pohuwato yang dimasukkan ke dalam dokumen induk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang akan disusun ke depan, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.
Baca juga: Polisi tetapkan lima orang tersangka dalam kerusuhan di Pohuwato
Baca juga: Gubernur Gorontalo pastikan pelayanan pemerintahan di Pohuwato normal
"Hal itu juga mesti menjadi basis perencanaan bagi Pemerintah Provinsi Gorontalo dan Kabupaten/Kota yang lain, apalagi saat ini semua daerah sedang menyusun draf teknokratik RPJMD," jelasnya.
Selain pentingnya perumusan model tata kelola konflik, pengelolaan sumber daya alam jangan sampai tidak berbasis keberlanjutan lingkungan. Untuk itu, perlu perencanaan yang komprehensif untuk pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan.
"Dari dua model tersebut, hal yang penting adalah masyarakat harus menjadi subyek dari pengelolaan sumber daya alam sehingga partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci. Jangan sampai pengelolaan sumber daya alam bukan saja menghilangkan partisipasi masyarakat, tapi menjadikan masyarakat sebagai korban," ujar Funco.
Dalam membangun partisipasi rakyat kata dia, perlu penataan kelembagaan desa dan Badan Usaha Milik Desa yang berada di lingkar tambang bisa terlibat aktif menjadi pihak dari perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat, khususnya penambang.
"Perlu didorong secara aktif untuk mulai menginisiasi Bumdes tambang termasuk koperasi," kata dia.
Baca juga: Kerugian insiden di Pohuwato lebih dari Rp12 miliar
Hal itu sangat penting karena pekerja tambang membutuhkan kelembagaan yang menaungi, dengan itu mereka bisa mendapatkan jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, apalagi pekerjaan mereka memiliki risiko tinggi. Termasuk layanan kesehatan dan pendidikan serta akses ekonomi bagi mereka dan keluarganya.
Selama ini, menurut Funco, jarang dipikirkan kelembagaan modern bagi para penambang. Sehingga para penambang bisa terdata dengan baik, bisa terfasilitasi kehidupannya dengan maksimal. Juga bisa menjadi wadah untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam pertambangan, utamanya bagaimana menambang dengan cara yang ramah lingkungan.
Pewarta: Adiwinata Solihin
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023