Jakarta (ANTARA) - Produk industri kreatif khususnya fesyen dan aksesoris Indonesia yang kompetitif memiliki potensi pasar cerah dan menjadi unggulan untuk mendulang devisa.

Berkat kreativitas dan inovasi dari pelaku ekonomi kreatif, karya fesyen dan aksesoris Indonesia saat ini memiliki kualitas yang bersaing dengan standar internasional serta memiliki keragaman ide, desain, bahan material, hingga kekhasan (local wisdom) yang diusung oleh produk itu sendiri.

Bukti nyata kreativitas dan inovasi, serta keuletan anak-anak bangsa dalam menghadirkan karya fesyen dan aksesoris ditandai dengan semakin banyaknya jenama fesyen dan aksesoris yang bermunculan.

Salah satu di antara mereka itu adalah Dave Saktia (31) desainer dan produsen tas lokal yang mengangkat kain-kain nusantara beserta tradisi-tradisinya. Kain tradisional Nusantara baginya bukan hanya sekadar kain untuk penutup tubuh, tapi kain merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia.

Berawal dari usahanya menjual tas-tas impor yang mengalami kebangkrutan akibat kalah saing di pasaran, kemudian dia bangkit dan memutuskan untuk menjadi desainer dan produsen tas lokal. Ia menyadari bahwa Indonesia memiliki budaya yang beragam, di mana salah satunya diwakilkan melalui wastra Nusantara.

Bagi sebagian orang, kemungkinan memandang kain tradisional atau wastra yang ada di Nusantara sebagai sesuatu yang kolot dan ketinggalan zaman, tapi tidak bagi Dave. Ia terus berkreasi dan berinovasi agar produknya juga dapat ikut melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia, sehingga menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.

Wastra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kain tradisional yang memiliki makna dan simbol tersendiri yang mengacu pada dimensi warna, ukuran, dan bahan, contohnya batik, tenun, songket dan sebagainya.

Indonesia kaya akan jenis kain tradisional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan telah menetapkan sebanyak 33 kain tradisional dari berbagai daerah di Indonesia sebagai warisan budaya tak benda.

Kain tradisional itu di antaranya songket Palembang, tenun Siak (Riau), tapis (Lampung), songket Sambas (Kalbar), sasirangan (Kalsel), ulap doyo (Kaltim), batik (Jawa), ulos Batak Toba, Kerawang Gayo (Aceh), kain Cual (Babel), kain besurek (Bengkulu), gringsing tenganan (Bali), kain lurik (Yogyakarta), kain endek (Bali), kain tenun Donggala, batik Betawi dan lainnya.


Membuahkan hasil

Tekad Dave untuk menyulap kain Nusantara menjadi sebuah produk bernilai tambah bukanlah hal yang mudah. Segala macam rintangan harus dilalui dengan suka dan duka.

Namun demikian, Dave yakin usahanya akan membuahkan hasil. Saat ini produknya sudah berinovasi dan berkembang, tidak hanya tas, tapi juga menyediakan pakaian dan aksesoris.

Di tengah kemajuan teknologi yang pesat serta masifnya perdagangan secara digital, Dave mencoba peruntungan melalui platform digital. Dave percaya bahwa kerja keras tidak akan mengkhianati hasil.

Selama delapan tahun berjalan, Dave terus meningkatkan kualitas produknya di pasar lokal dan nasional. Melalui tangan 10 pegawainya, Dave membuat berbagai macam produk seperti tas, pakaian, aksesoris dengan berbahan dasar kain nusantara.

Dave berupaya melakukan branding yang cerdas dan efektif, salah satunya dengan mencoba pemasaran atau branding produk secara online agar produknya lebih dikenal oleh masyarakat, nasional, maupun pasar global.

Selain melakukan pemasaran melalui digital, sebagai pengusaha yang tidak memiliki modal besar, Dave tetap memanfaatkan jaringan melalui pertemanan untuk meningkatkan kesadaran pasar terhadap produknya.

Ia terus mengintegrasikan pemasaran secara online dan offline secara bersama-sama. Meskipun online marketing menjadi semakin luas, namun pemasaran langsung juga dinilai sangat penting.

Selain memiliki toko di salah satu mall di Jakarta, pemasaran juga dilakukan melalui situs dan e-commerce. Dengan menjual barang melalui platform digital, produknya semakin mudah untuk didapatkan, mudah untuk transaksi dan lebih dikenal masyarakat, sehingga produk kita bisa terjual ke beberapa negara lain seperti Jepang dan Polandia.

Dave terus melakukan berbagai Inovasi dan ulasan produk terus dilakukan untuk menjaga kualitas dan eksistensi produk, setiap 6 bulan meluncurkan produk bertema khusus, contohnya musim yang lalu tema tas Meru adalah Tenun Boti dari Nusa Tenggara Timur, sedangkan saat ini kami mempersiapkan peluncuran tema baru yaitu Tema Kain Ulos dari Sumatera Utara.

Saat ini pemerintah juga sangat membantu karena sudah memfasilitasinya dengan pameran dan seminar tentang wirausaha. Dave mengaku sering mengikuti seminar-seminar terkait onboarding Usaha Mikro Kecel dan Menengah (UMKM) yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan tujuan untuk melebarkan sayap usahanya ke skala yang lebih besar.

Ketika Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), dia mengaku masih mendapatkan keuntungan yang lumayan. “Sekarang semua nontunai. Daripada tidak jadi beli karena tidak bisa pakai QRIS, malah rugi,” katanya.

Omzet penjualannya terus meningkat semenjak dipasarkan juga melalui digital. Omzetnya telah mencapai Rp 400 juta per tahun, dan saat ini sudah memiliki 10 pegawai 10 orang. Untuk melebarkan sayap, dia terus memperbanyak kerja sama dengan para perajin di seluruh Indonesia.

Dengan adanya e-commerce, kemudahan pembayaran juga tersedia untuk pelanggan. Ada berbagai pilihan pembayaran yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Di toko juga sudah tersedia QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang sudah bekerja sama dengan berbagai bank.

​​​​​Wientor Rah Mada selaku Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia menambahkan bahwa tren penjualan saat ini di ecommerce adalah live streaming, yang dilakukan oleh salah satu platform sosiocomerce yang ada di Indonesia.

Penjualan langsung secara online itu menjadi salah satu fenomena baru yang harus segera dilakukan UMKM guna beradaptasi dan mempelajari caranya agar bisa live streaming dengan baik dan benar sehingga bisa meningkatkan penjualan produknya.

Upaya yang dilakukan pemerintah agar UMKM bisa meningkatkan produknya di ecommerce sudah banyak. Sebelum pandemi ada 7 juta UMKM yang onboard secara digital, dan saat ini itu tercatat ada lebih dari 22 juta. Artinya, ada peningkatan tiga kali lipat dari UMKM yang sudah masuk secara digital baik itu lewat ecommerce, sosiocommerce, maupun social commerce.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana caranya memperbanyak UMKM onboard secara digital, karena dengan onboard secara digital berarti UMKM ini mempunyai kesempatan yang lebih luas, mempunyai akses pasar yang secara cakupan juga lebih luas. Dengan demikian, bisa dibeli orang di tempat yang sebelumya tidak pernah bisa membeli.

Kontribusi UMKM di Indonesia sangat besar bagi pertumbuhan perekonomian mengingat setiap periode krisis UMKM mampu tetap bertahan, pulih dengan baik bahkan menjadi cadangan sehingga dapat dikatakan menjadi motor penggerak atau critical engine bagi perekonomian Indonesia.

Seperti diketahui, beberapa tahun terakhir dunia usaha mengalami masa-masa berat, tidak terkecuali UMKM. Tantangan yang dihadapi antara lain omzet penjualan anjlok, ketersediaan bahan yang terganggu, ancaman permodalan akibat pandemi, hingga kondisi ketidakpastian ekonomi secara global.

Berdasarkan data yang dihimpun melalui Kementerian Koperasi dan UMKM pada 10 Agustus 2023, kontribusi UMKM tercatat mencapai kisaran 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap 97 persen dari total tenaga kerja Indonesia.

Jumlah pelaku UMKM tiap tahun terus bertambah. Hingga saat ini jumlahnya mencapai kurang lebih 64 juta. Pemerintah Indonesia menargetkan sebanyak 30 juta UMKM masuk ke dalam ekosistem digital pada akhir 2024.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023