Denpasar, (ANTARA News) - Kontur tanah dan kondisi alam pada gugus kepulauan Nusa Penida sekitar 20 mil tenggara Pulau Dewata, memiliki kemiripan dengan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), tempat Jalak Bali selama ini tumbuh dan berkembang.
Mengingat itu, Nusa Penida yang terdiri atas tiga pulau kecil lengkap dengan perbukitan dan areal hutan, sangat cocok untuk dapat dipakai "kampung halaman" yang kedua bagi Jalak Bali, setelah TNBB, kata Drh Gede N Bayu Wirayudha, pemerhati satwa, di Denpasar, Selasa (5/7).
Wirayudha yang aktivis pada The Friends of the National Parks Foundation (FNPF) menyebutkan, untuk kepentingan air minum bagi satwa yang tidak mampu terbang jauh itu, di Nusa Penida cukup banyak tersedia mata air dan danau.
"Memang untuk warga Nusa Penida selama ini dikenal sebagai masyarakat yang sering mengalami kesulitan air bersih. Namun untuk binatang seperti burung, tentunya tidak," ujar Wirayudha yang juga ketua bidang lingkungan pada Yayasan Begawan Giri (YBG).
Masalahnya, sumber air atau danau yang ada di Nusa Penida, umumnya terletak di bagian bawah dari areal perkampungan penduduk.
"Jadi untuk menaikkannya tentu harus diperlukan pompa air. Nah untuk ini jumlahnya masih terbatas, sehingga tak heran jika penduduk sering kekurangan air bersih, terutama di musim kemarau," katanya.
Namun, lanjut dia, kondisi seperti itu kan tidak berpengaruh pada burung-burung, yang dalam hitungan detik saja telah mampu berkepak dari atas bukit ke sumber air.
Terkait lingkungan yang mendukung, termasuk ada kemiripan dengan kondisi alam di TNBB itulah, kata Wirayudha, pihaknya akan mulai menebar bibit Jalak Bali di alam bebas Nusa Penida.
Sebagai tahap awal, sebanyak 25 ekor burung yang sudah mulai langka itu, pada 10 Juli mendatang akan mulai diliarkan di kawasan hutan Nusa Penida yang tersebar pada tiga pulau kecil.
Jalak Bali (leucopsar rothschildi) yang akan dilepas sebanyak itu, merupakan hasil penangkaran non komersial pada areal milik YBG di daerah Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
Ia mengungkapkan, penangkaran di YBG dimulai sejak Juni 1999, yakni dengan mengimpor dua pasang burung langka itu dari tempat budidayanya di Inggris.
"Dari dua pasang tersebut, hingga kini telah menjadi 93 ekor, yang 25 di antaranya akan diliarkan di alam bebas pada 10 Juli mendatang," ucapnya menjelaskan.
Hadir pada pelepasan burung di areal barunya yang hampir mirip dengan habitat aslinya di kawasan TNBB itu, para Muspida Bali dan pejabat teras yang terkait dengan masalah lingkungan.(*)
Copyright © ANTARA 2006