Jakarta (ANTARA News) - Kementerian perindustrian terus mendorong pengembangan industri hijau dalam upaya mendukung komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
"Langkah tersebut, sesuai amanah Presiden RI dalam pertemuan mengenai perubahan iklim di Copenhagen pada tahun 2009, dimana Indonesia pada tahun 2020 bertekad menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional," ujar Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pada 2000, emisi GRK nasional sebesar 1,3 juta Gigagram CO2 equivalen. Sektor industri berkontribusi sebesar 3,12 persen dari proses produksi dan 9,63 persen dari penggunaan energi.
"Terdapat delapan sektor industri yang tergolong memberikan kontribusi emisi GRK yang besar antara lain industri semen, industri baja, industri pulp dan kertas, industri tekstil, industri keramik, industri pupuk, industri petrokimia, serta industri makanan dan minuman," ujarnya.
Ia mengatakan, tantangan pemerintah saat ini adalah pengembangan industri hijau yang kompetitif dengan sasaran pemanfaatan peluang ekonomi ramah lingkungan (green economy) serta mampu menciptakan lapangan kerja baru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor industri hijau pada PDB nasional.
Selain itu, lanjutnya, investasi yang diperlukan untuk pengembangan industri hijau cukup besar, salah satunya adalah karena diperlukan penggantian mesin produksi dengan teknologi yang ramah lingkungan.
Oleh sebab itu, insentif dari pemerintah sangat perlu supaya industri hijau bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia. Kemenperin, ia mengatakan, sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, telah memberikan Penghargaan Industri Hijau (Green Industry Award) kepada industri yang menerapkan pola-pola penghematan sumber daya, termasuk penggunaan bahan baku dan energi, terutama energi yang ramah lingkungan serta terbarukan.
"Bentuk insentif lain yang telah diberikan oleh Kemenperin kepada pelaku industri adalah memberikan keringanan berupa potongan harga untuk pembelian mesin baru di industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, dan gula melalui Program Restrukturisasi Permesinan," kata dia.
Ia menjelaskan program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2007 dan telah memberikan dampak yang signifikan berupa penghematan penggunaan energi sampai 25 persen, peningkatan produktivitas sampai 17 persen, peningkatan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan efektivitas giling pada industri gula.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013