Yogyakarta (ANTARA) - Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN) menyebut kasus gangguan penglihatan pada anak usia sekolah mengalami peningkatan diduga akibat tingginya frekuensi penggunaan gawai selama masa pandemi COVID-19.

Sekretaris IROPIN Kastam di Yogyakarta, Jumat malam, mengatakan tren peningkatan gangguan penglihatan pada anak karena kelainan refraksi terindikasi dari hasil penapisan yang dilakukan organisasi itu pada tahun 2023 di sejumlah wilayah.

"Dalam proses pengumpulan data memang didapatkan faktor sangat signifikan, terutama dua tahun terakhir setelah pandemi. Mungkin karena dalam program pendidikan jarak jauh setiap hari anak-anak kita di depan gadget (gawai). Ini sangat memicu peningkatan gangguan refraksi," kata dia.

Ketua Umum IROPIN Nova Joko Pamungkas menjelaskan berdasarkan pengumpulan data sementara pada tahun 2023, dari rata-rata 1.000 anak yang mengikuti penapisan, tercatat 350 sampai 400 anak terindikasi mengalami gangguan penglihatan karena refraksi sehingga membutuhkan kacamata.

Baca juga: Dokter ingatkan orang tua waspadai kebutaan pada anak

Pengumpulan data itu terus dilakukan selama program bantuan 50.000 bingkai kacamata oleh IROPIN pada tahun 2023 yang telah diakui Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

"Hingga kini telah tersalurkan sebanyak 17.000 unit bingkai kacamata," katanya.

Meski pengumpulan data masih berjalan, Nova menambahkan persentase gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi pada anak usia sekolah mencapai 35 sampai 40 persen.

Data tersebut mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012 yang mencatatkan prevalensi 24,7 persen.

Baca juga: Waspadai gangguan penglihatan gegara radiasi gadget di era pandemi

Hasil pendataan tersebut, tambah Nova, nantinya akan diserahkan kepada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan sebagai acuan kebijakan untuk menekan kasus tersebut.

Menurut dia, banyak guru di sekolah dan orang tua di Indonesia yang terlambat mendeteksi gangguan penglihatan pada anak. Para ahli optometri yang jumlahnya mencapai 6.000 orang di Indonesia siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk melakukan deteksi dini gangguan penglihatan pada anak.

"Kami berharap bisa terdeteksi dari awal sehingga anak yang mengalami refraksi tidak sampai mengalami kebutaan. Ini juga membantu anak dalam mengembangkan potensi akademiknya," ujar Nova.

Baca juga: Dokter sarankan pengaturan waktu tatap layar untuk cegah gangguan mata
Baca juga: Kenali tanda awal gangguan mata pada anak

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023