Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Jumat, karena kekhawatiran bahwa larangan Rusia terhadap ekspor bahan bakar dapat memperketat pasokan global melebihi kekhawatiran kenaikan suku bunga AS lebih lanjut yang dapat mengurangi permintaan.
Namun, harga minyak masih menuju kerugian mingguan pertama dalam empat pekan.
Minyak mentah berjangka Brent terangkat 46 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 93,76 dolar AS per barel pada pukul 06.30 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 65 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 90,28 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan minyak tersebut berada di jalur penurunan mingguan kecil setelah naik lebih dari 10 persen dalam tiga minggu sebelumnya, di tengah kekhawatiran mengenai ketatnya pasokan global karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) mempertahankan pengurangan produksi.
“Perdagangan tetap berombak di tengah tarik-menarik antara kekhawatiran pasokan yang diperkuat oleh larangan Rusia terhadap ekspor bahan bakar dan kekhawatiran atas permintaan yang lebih lambat akibat kebijakan moneter yang lebih ketat di Amerika Serikat dan Eropa,” kata Toshitaka Tazawa, analis di Fujitomi Sekuritas Co Ltd.
“Ke depannya, investor akan fokus pada apakah pengurangan produksi OPEC+ dilaksanakan seperti yang dijanjikan dan apakah kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan,” katanya, memperkirakan WTI akan diperdagangkan pada kisaran 90-95 dolar AS.
Rusia untuk sementara waktu melarang ekspor bensin dan solar ke semua negara di luar empat negara bekas Uni Soviet dengan dampak langsung untuk menstabilkan pasar bahan bakar dalam negeri, kata pemerintah pada Kamis (21/9/2023).
Larangan tersebut, yang akan memaksa pembeli bahan bakar Rusia untuk berbelanja di tempat lain, menyebabkan minyak pemanas berjangka naik hampir 5,0 persen pada Kamis (21/9/2023).
"Minyak mentah memantul dari sesi terendahnya setelah Rusia melarang ekspor solar, termasuk bensin. Tindakan tersebut membalikkan pergerakan negatif di pasar minyak mentah menyusul keputusan Fed yang hawkish," kata Tina Teng, analis di CMC Markets dalam sebuah catatan.
"Namun, meningkatnya kekhawatiran resesi di zona euro dapat terus menekan harga minyak."
Federal Reserve AS pada Rabu (20/9/2023) mempertahankan suku bunganya, namun memperketat sikap hawkish-nya, memproyeksikan kenaikan seperempat poin persentase menjadi 5,50-5,75 persen pada akhir tahun.
Hal itu memperkuat kekhawatiran bahwa suku bunga yang lebih tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar, sekaligus meningkatkan dolar AS ke level tertinggi sejak awal Maret, sehingga membuat minyak dan komoditas lainnya lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Bank Sentral Inggris meniru kebijakan The Fed dan mempertahankan suku bunganya pada Kamis (21/9/2023). setelah kenaikan suku bunga dalam jangka panjang, namun mengatakan pihaknya tidak menganggap remeh penurunan inflasi baru-baru ini.
Seorang anggota dewan gubernur Bank Sentral Eropa (ECB) mengatakan bank sentral kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga stabil pada pertemuan kebijakan berikutnya.
Baca juga: Rubel turun tipis ketika pihak berwenang bahas pengendalian mata uang
Baca juga: Minyak turun saat Rusia larang ekspor bahan bakar, suku bunga AS naik
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023