Dalam Islam, orang yang berpolitik atau politisi harus tahu arahnya ke mana. Dia juga harus tahu mengendalikan kendaraannya untuk mencapai tujuan. Jadi pengetahuan perlu, arah perlu, akhlak juga perlu,

Jakarta (ANTARA) - Cendekiawan Muslim Indonesia, Quraish Shihab, merilis buku barunya berjudul Islam & Politik: Perilaku Politik Berkeadaban, yang diluncurkan saat gelaran Islamic Book Fair 2023 di Jakarta, Kamis.

Dalam bedah buku yang menghadirkan narasumber Lukman Hakim Saifuddin (Menag 2014-2019) dan Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Prof. Quraish menyebut pembahasan Islam dan politik harus diawali dengan pemahaman tentang dua kata tersebut.

"Sebab, perdebatan sering terjadi karena adanya perbedaan dalam pemaknaan," kata Prof. Quraish dalam keterangannya di Jakarta.

Menurutnya, politik dalam bahasa Arab disebut siyasah. Siyasah berarti pengendali, sehingga orang yang berpolitik itu mengendalikan sesuatu.

"Dalam Islam, orang yang berpolitik atau politisi harus tahu arahnya ke mana. Dia juga harus tahu mengendalikan kendaraannya untuk mencapai tujuan. Jadi pengetahuan perlu, arah perlu, akhlak juga perlu," katanya.

Ia mengatakan siyasah (politik) mempunyai pengertian yang hampir sama dengan hikmah. Dalam Al Quran tidak ada kata siyasah, tapi ada kata hikmah.

"Hukum menghalangi orang untuk mengantarkannya pada keadaan yang baik. Politik atau siyasah menghalangi orang dari kerusakan untuk mengantarnya pada kebaikan," kata dia.

Baca juga: ICMI yakin desentralisme jadi sistem terbaik bagi Indonesia

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengapresiasi terbitnya buku Islam & Politik karya Quraish Shihab. Ada tiga poin yang disoroti Mu'ti.

Pertama, buku ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami, mengalir, dan mencerahkan. "Selalu ada yang baru, termasuk berbagai hal yang selama ini tidak kita temukan dalam kajian keislaman, termasuk di perguruan tinggi," ujar Mu'ti.

Mu'ti mencontohkan penjelasan penulis tentang 'agama adalah politik dan politik adalah agama'. Menurutnya, di tengah upaya sebagian pihak untuk memisahkan antara agama dan politik, Quraish justru menjelaskan tidak ada pemisahan antara Islam dan politik serta agama dan politik.

"Tapi tentu politik sebagai makna yang mengandung pengertian keadaban. Politik sekarang sudah mengalami distorsi makna dan pergeseran yang orang memandang politik sebagai sesuatu yang negatif," kata dia.

Kedua, Prof Quraish dalam bukunya menjelaskan istilah kunci dalam politik dan pemerintahan yang selama ini masuk wilayah ikhtilaf. Istilah kunci itu adalah khalifah.

"Khalifah mengandung pengertian tanggung jawab umum bagi siapa saja untuk memakmurkan bumi. Ini tugas yang diemban semua manusia," kata Mu'ti.

Ketiga, pesan buku ini relevan dan kontekstual dengan kondisi Indonesia. Mu'ti melihat politik kotor terjadi karena mengalami distorsi dan dipisahkan dari akhlak

"Politik hubungannya dengan keadaban dan akhlak. Politik dalam konteks penyelenggaraan negara untuk kemaslahatan umum, tidak boleh untuk maslahat personal," kata Prof Mu'ti.


Baca juga: Cendekiawan Muslim: Pejabat negara harus belajar dari pendiri bangsa
Baca juga: Cendekiawan Muslim: Nilai-nilai Pancasila cerminan ajaran Islam

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023