Temuan studi tersebut merupakan langkah penting menuju penggunaan data otak untuk memahami respons pasien terhadap pengobatan DBS, menurut penelitian itu.
Studi skala kecil tersebut melibatkan sejumlah orang dewasa penderita depresi yang resistan terhadap pengobatan, yang seluruhnya menjalani terapi DBS selama enam bulan.
Tim peneliti menggunakan perangkat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk menganalisis data otak yang dikumpulkan dari pasien dan mengamati ciri khas aktivitas otak atau biomarker umum yang berkorelasi dengan laporan pasien yang merasakan gejala depresi atau stabil saat melewati masa pemulihan.
Para pasien merespons terapi DBS dengan baik. Setelah enam bulan, 90 persen dari mereka menunjukkan kondisi yang jauh lebih baik dalam hal gejala depresi, dan 70 persen sudah pulih atau tidak lagi mengalami depresi, menurut studi itu.
"Biomarker ini mengindikasikan bahwa sinyal otak dapat digunakan untuk membantu memahami respons pasien terhadap pengobatan DBS dan menyesuaikan pengobatan berdasarkan respons itu," ujar Joshua A. Gordon, Direktur Institut Kesehatan Mental Nasional NIH. "Temuan ini menandai kemajuan besar dalam mengimplementasikan terapi dalam praktik."
Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023