Kairo (ANTARA News) - Presiden Mesir Mohamad Moursi pada Selasa melantik sembilan menteri baru dalam kabinet, yang baru dirombak, termasuk di kementerian penting, seperti, ekonomi, sebagai langkah pemenuhan tuntutan oposisi.
Juru bicara Ikhwanul Muslimin pimpinan Moursi kepada AFP menyatakan dua menteri baru pada Kementerian Keuangan, Minyak dan Kehakiman adalah anggota dari pergerakan Islami itu.
Perombakan tersebut berdampak kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan dan Kerja Sama Antarbangsa, yang masih menangani perundingan alot dengan Dana Moneter Antarbangsa (IMF) untuk peminjaman senilai 4,8 miliar dolar AS (sekitar 48 triliun rupiah).
Tokoh kawakan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), yang berada di bawah Ikhwanul Muslimin, Amr Darrag, ditunjuk menjadi Menteri Perencanaan dan Kerja Sama Internasional, sementara jabatan Menteri Keuangan dipercayakan kepada Fayyad Abdel Moneim, salah seorang pakar keuangan Islam.
Sementara itu, Kementerian Permodalan dipimpin Yehya Hamed, anggota FJP lain, kata harian milik pemrintah "Al-Ahram".
Pengambilan sumpah menteri baru di hadapan Moursi juga disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi negara.
Pemimpin oposisi Amr Mussa menuding penyusunan ulang kali ini sebagai "langkah lain menuju kontrol menyeluruh di tangan Ikhwanul Muslimin".
"Perombakan harus ditempuh lagi dalam waktu dekat," katanya dalam pernyataan, yang dikirim melalui surat eletronik. Sebelum perombakan kali ini, Ikhwanul Muslimin menempatkan tujuh orang dalam kabinet berisi 35 menteri.
Juru bicara kabinet mengatakan kepada AFP bahwa Moursi telah meminta sejumlah daftar calon dari tiap-tiap partai untuk disampaikan kepada Perdana Menteri Qandil.
Akan tetapi sejumlah partai oposisi yang merancang pemakzulan Qandil tidak dimintai pendapat, kata pejabat tinggi partai oposisi, Partai Wafd.
PM Qandil, yang dituntut untuk dipecat oleh oposisi, pada Senin (6/5) mengatakan reshuffle akan menempatkan 11 menteri barun namun juru bicaranya kemudian memastikan bahwa terdapat kesepakatan dengan Morsi pembatasan jumlah penunjukkan menteri baru terbatas sembilan orang saja.
Perombakan kabinet kali ini yang kedua kali setelah Morsi, pemenang pemilihan umum pada Juni 2012 lalu, menunjuk pemerintahan PM Qandil pada Agustus.
Pada Januari, Morsi menggantikan 10 menteri, termasuk keuangan dengan alasan untuk "mendorong pertumbuhan ekonomi Mesir," setelah gelombang pergolakan politik memaksa pemerintahannya untuk menerapkan reformasi ekonomi yang dituntut IMF sebagai syarat pemberian pinjaman.
Ekonomi Mesir, babak belur akibat kekacauan selama 18 hari yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak pada awal 2011, dan terus terganjal di tengah pergolakan politik meskipun menerima kucuran dana miliaran dolar AS dari sejumlah negara donor.
Unjukrasa besar-besaran pada Desember 2012 dan Januari 2013, meletus akibat tuduhan perluasan wewenang Moursi saat keputusannya melampaui hasil uji materi, yang diinisisasi oleh kelompok sekular anggota koalisi yang bersikeras menginginkan pemerintahan berbasis kesatuan nasional.
Koalisi Barisan Penyelamat Nasional (NSF), mendukung tuntutan percepatan pemilu menyusul permintaan pemecatan Qandil dan pembentukan pemerintahan berbasis kesatuan nasional, yang kesemuanya telah ditolak Morsi.
Ikhwanul Muslimin juga menuntut penambahan wakil di kabinet menyusul penurunan popularitas mereka akibat tuduhan yang menempatkan pemerintahan Qandil lalai dalam mengelola dampak krisis ekonomi.
(G006/B002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013