Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat berpendapat pertumbuhan industri tahun 2006 sebesar lima persen pun akan sulit tercapai jika pemerintah tidak merenggangkan "tight money policy".
"Pertumbuhan industri lima persen itu berat," ujar Hidayat usai menerima Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GP Jamu), di Jakarta, Selasa.
Pernyataan itu sekaligus menanggapi optimisme Menteri Perindustrian Fahmi Idris bahwa target pertumbuhan industri tahun 2006 sebesar 7,7 persen akan tercapai, meskipun pada triwulan pertama, pertumbuhan industri rata-rata baru mencapai 2,83 persen.
Menurut Hidayat, pencapaian pertumbuhan industri berkaitan dengan upaya pemerintah dalam menentukan prioritas pembangunan apakah difokuskan pada sektor riil atau ekonomi makro.
Kalau rupiah menguat, lanjut dia, belum tentu menguntungkan banyak pihak, sehingga pemerintah harus mencari tingkat nilai tukar rupiah yang realistis.
Terkait hal itu, Hidayat berharap Bank Indonesia dan pemerintah mempertimbangkan penurunan BI rate menjadi 12 persen dan secara bertahap mencapai 10 persen pada akhir tahun.
"Jika BI rate dapat 10 persen maka bunga pinjaman bisa hanya 14 persen," ujarnya.
BI rate saat ini yang mencapai 12,50 persen membuat suku bunga pinjaman perbankan di Indonesia menjadi tidak kompetitif dengan negara lain sehingga menyulitkan pengusaha untuk melakukan investasi.
"Jangan mengorbankan sektor riil untuk kepentingan semata-mata stabilitas makro, tidak relevan apa yang terjadi di makro dan mikro," tegasnya.
Hidayat juga mengingatkan pemerintah untuk serius memikirkan insentif yang akan diberikan pada calon investor.
"Pemerintah harus pikirkan insentif apakah berbentuk `tax allowance` atau `tax holyday` terhadap sektor industri yang bersifat `labour intensive` maupun industri yang berinvestasi di daerah terpencil," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006