Mengenai penugasan khusus, untuk aturan lebih lanjut yang akan diatur dalam RPP (Rancangan Peraturan Perundang-undangan) dimana pertama penugasan khusus ini harus mengacu pada perencanaan nasional
Jakarta (ANTARA) - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) membuka peluang pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan melalui berbagai jalur.

Aturan ini tertuang dalam Pasal 231 diantaranya pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), penugasan khusus, pengangkatan sebagai anggota TNI/Polri, maupun pengangkatan dengan cara lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

"Mengenai penugasan khusus, untuk aturan lebih lanjut yang akan diatur dalam RPP (Rancangan Peraturan Perundang-undangan) dimana pertama penugasan khusus ini harus mengacu pada perencanaan nasional. Kemudian yang kedua bertujuan mendukung pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) selama kurun waktu tertentu," kata Direktur Pendayagunaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Anna Kurniati dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Menteri Kesehatan (Menkes), kata Anna, menetapkan jenis tenaga medis dan tenaga kesehatan yang menjadi prioritas, termasuk juga kriteria fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi fokus untuk penugasan khusus serta daerah atau lokasi fasilitas kesehatan yang menjadi prioritas.

Untuk mekanisme penyelenggaraan penugasan khusus, sambungnya, dapat dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/ Walikota dan dilakukan pada daerah yang tidak diminati yang membutuhkan pelayanan kesehatan atau dalam rangka penanganan Kasus Luar Biasa (KLB) wabah dan darurat kesehatan.

Baca juga: Kemenkes buka masukan publik tanggapi aturan turunan UU Kesehatan

“Pemerintah pusat atau pemerintah daerah wajib menyediakan alat kesehatan sediaan farmasi, sarana prasarana, dan juga tunjangan daerah, maupun fasilitas lainnya sesuai dengan kemampuan. Selain itu hak tenaga medis dan tenaga kesehatan sedikitnya mencakup penghasilan, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian” katanya.

Anna mengungkapkan pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan masih menjadi tantangan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.

Hingga Juni 2023, data Kemenkes melaporkan masih terdapat 4,17 persen puskesmas yang tidak memiliki dokter dan 45 persen puskesmas belum melengkapi sembilan jenis tenaga kesehatan yang terdiri atas dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, tenaga kesehatan masyarakat, sanitarian, petugas laboratorium, serta tenaga gizi.

Pada tingkat pelayanan kesehatan rujukan, sebanyak 38,48 persen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di tingkat kabupaten/kota belum melengkapi tujuh jenis dokter spesialis.

Baca juga: Menkes ajak DPR ke daerah sosialisasi PP turunan UU Kesehatan Oktober

"Dokter spesialis ini termasuk diantaranya adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, radiologi, dan juga patologi klinik, dengan total ada 673 RSUD, jadi 38 persennya masih belum lengkap," ungkap Anna.

Terdapat 30 pasal, kata dia, mulai dari pasal 227 – 257 yang khusus membahas pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, mulai dari insentif atau disinsentif dari pemerintah pusat ke daerah, pemerataan, penempatan, pemindahtugasan, DTPK/DBK, tenaga medis/tenaga kesehatan pengganti, pola ikatan dinas, penempatan tenaga kesehatan ke luar negeri, pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga medis WNI Luar Negeri, serta tenaga kesehatan dan tenaga medis WNA.

Pernyataan tersebut disampaikan Anna dalam Uji Publik peraturan turunan UU Kesehatan yang dilaksanakan sejak Senin (18/9) selama satu pekan. Kegiatan ini dapat diikuti oleh masyarakat umum melalui saluran YouTube Kemenkes.

Selain itu,partisipasi publik dalam memberikan saran juga dapat dilaksanakan melalui laman web https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ selama proses penyusunan berlangsung.

Baca juga: Di DPR, Menkes ungkap yakin PP turunan UU Kesehatan rampung September

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023