Jakarta (ANTARA) - Pakar ginekologi Divisi Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD dr. Soetomo Surabaya dr Relly Yanuari Primariawan,SpOG (K) mengatakan miom dan adenomiosis mirip yakni tumor atau benjolan di rahim namun memiliki ciri tidak sama.
"Sering pasien datang bilang ada miom. Setelah dilihat ada adenomiosis. Sering dua keadaan ini membingungkan. Apakah miom, apa adenomosis, apakah sama? Mirip tetapi tidak sama," kata dia dalam peresmian FUA di RS Abdi Waluyo, Jakarta, Selasa.
Baik miom maupun adenomiosis sama-sama menyebabkan perdarahan sehingga terkadang bila perdarahan banyak sampai harus membutuhkan transfusi. Selain itu, miom dan adenomisos dapat menyebabkan gangguan kesuburan dan memunculkan rasa nyeri.
"Hanya adenomiosis lebih nyeri, dibandingkan miom. Secara awam susah membedakan miom dan adenomiosis. Tetapi setelah diperiksa ke dokter ada perbedaan," kata Relly.
Baca juga: Dokter: Membersihkan organ reproduksi wanita cukup dengan air mengalir
Sebagian orang, sambung dia, terkadang menyebut miom dengan kista. Padahal keduanya berbeda. Bila miom muncul di rahim, kista justru di indung telur. Miom berbentuk padat sementara kista berisi cairan.
Berbicara ciri, pada miom terdapat batas yang tegas, biasanya terlokalisir dan memiliki kapsul. Sementara pada adenomiosis sebaliknya, batasnya tidak tegas dan mengakar ke jaringan-jaringan rahim.
Ciri inilah yang menjadikan miom lebih mudah diangkat melalui operasi, ketimbang adenomiosis yang cenderung mengakar ke rahim. Akibatnya risiko kekambuhan lebih tinggi usai pengangkatan adenomiosis.
"Kita pusing juga mau dioperasi, pasien ingin mempertahankan rahim, tidak akan bisa bersih mengangkat adenomiosis. Dengan adanya HIFU ini bisa menjadi alternatif untuk tindakan mengatasi adenomiosis," kata Relly.
HIFU atau terapi ultrasound terfokus intensitas tinggi memungkinkan pasien dengan miom untuk menjalani prosedur terapi non-invasif tanpa sayatan kulit. Terapi ini dikatakan dapat mengurangi rasa sakit, meminimalisir komplikasi, menghancurkan sel patologis secara optimal, agar dapat sembuh dengan optimal.
Menurut Relly, teknologi terapeutik noninvasif ini memusatkan pancaran ultrasonografi ke target area yang sakit, mengakibatkan peningkatan suhu pada titik target hingga 60℃ hingga 100℃, untuk menimbulkan kematian jaringan di area target (miom) tanpa merusak organ di sekitarnya.
"Dilakukan dengan pencitraan USG langsung secara real-time untuk memantau proses ablasi yang sedang berjalan. Hal ini memungkinkan dokter mengobati penyakit dengan aman dan terukur, tanpa sayatan, tanpa pendarahan, serta mempertahankan struktur dan fungsi organ," demikian kata Relly.
Baca juga: Kebersihan saat menstruasi kunci kesehatan reproduksi perempuan
Baca juga: RUU Kesehatan lindungi ibu sejak awal siklus reproduksi
Baca juga: Penggunaan celana terlalu ketat dapat pengaruhi kualitas sperma
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023