Gorontalo (ANTARA News) - Tes kesehatan rohani menjadi syarat penting dalam proses seleksi calon anggota legislatif, serta calon komisioner di berbagai lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) dan Ombudsman.
Namun, jangan pernah mencoba untuk berbohong saat sedang menjalani tes kesehatan rohani yang dilakukan dokter, karena hal itu bisa terdeteksi dari hasil pemeriksaan akhir.
Dalam tes kesehatan rohani, setiap peserta diminta menjawab soal sebanyak 350 nomor sesuai dengan kondisi, pengalaman, maupun apa yang dirasakan peserta tersebut.
"Jika dalam tes itu ada yang mengisi soal tidak sesuai kenyataan atau mencoba untuk bohong, itu bisa ketahuan bahkan ada skor atau skala bohongnya," ungkap Dokter Jiwa di Gorontalo, Thomarius.
Biasanya peserta tes berbohong, karena ingin kelihatan baik atau pura-pura baik dengan harapan bisa lulus dalam ujian kesehatan rohani yang dilakukan dokter.
Dengan sikap pura-pura tersebut, peserta tes biasanya justru terjebak dalam sebuah pertanyaan sama yang diulang-ulang namun dalam bentuk yang berbeda, sehingga menghasilkan jawaban yang berbeda.
"Jawaban yang tidak konsisten akan menunjukkan pribadi yang bersangkutan dan bisa mempengaruhi hasil tes," imbuhnya.
Ia menjelaskan, rohani bisa diukur melalui pikiran, jiwa dan perilaku orang sehari-hari.
Orang yang sehat rohaninya, kata dia, tampak pada kehidupannya yang senang, nyaman dan produktif.
Pewarta: Debby Hariyanti Mano
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013