Bogor (ANTARA News) - Peneliti dari Institut Pertanian Bogor, Dr Alimuddin, menghasilkan inovasi "Fishgrow Stimulant" (FGS) atau hormon pertumbuhan ikan yang bisa meningkatkan lanjut pertumbuhan ikan hingga 2-3 kali lipat.
"Kami mengembangkan suatu bahan yang bisa memacu pertumbuhan ikan dengan hormon pertumbuhan yang diproduksi melalui bakteri," kata Pengajar dari Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, dalam siaran persnya, Selasa.
Alimuddin menjelaskan, latar belakang ia menghasilkan inovasi tersebut karena melihat latar belakang Indonesia yang memiliki berbagai jenis ikan yang harganya mahal tapi pertumbuhannya lambat.
Dicontohkannya, ikan sidat, ikan gurame atau ikan kerapu. Untuk ikan gurame saja harus menunggu lebih dari 1 tahun untuk mendapatkan ikan yang siap jual.
"Saat FGS diberikan pada ikan gurame, ikan sidat dan ikan nila ternyata hasilnya bagus," ujarnya.
Dijelaskannya, tingkat produksi budidaya ikan konsumsi ditentukan oleh laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan.
Namun, laju pertumbuhan akan menentukan lama waktu pemeliharaan mencapai ukuran konsumsi atau dapat dijual.
Metode untuk meningkatkan laju pertumbuhan yang ada saat ini masih belum mudah diaplikasikan dengan cepat oleh pembudidaya ikan.
Untuk mendapatkan FGS, lanjut Alimuddin, ia memilih metode recombinant growth hormone (rGH) karena mampu memberikan perbaikan genetik sebesar 200 persen.
Menurutnya, mekanisme kerja FGS secara langsung mampu menginduksi diferensiasi sel-sel prekursor terkait fungsi fisiologi (metabolisme lemak, karbohidrat, suplai nitrogen pada organisme masa pertumbuhan, dll.).
"Dan hasil secara tidak langsung adalah mampu meningkatkan produksi IGF-I pada sel-sel yang berdiferensiasi & IGF-I di hati," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, menurut literatur, setelah diaplikasikan pada beberapa ikan metode ini memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Dijelaskannya, pada ikan kakap hitam pertumbuhannya meningkat 60 persen, ikan flounder meningkat 24 persen, ikan mas koki meningkat 43 persen, ikan nila meningkat 171 persen, dan udang vaname meningkat 42,2 persen.
Vektor ekspresi FGS menggunakan gen dari ikan (ikan mas, ikan gurame atau ikan kerapu) dimasukkan ke bakteri Escherichia coli yang umum dipakai oleh orang molekuler.
"Nah bakteri inilah yang memproduksi FGS. FGS dapat disimpan dalam bentuk larutan (penyimpanan di freezer) dan tepung (penyimpanan di kulkas)," ujarnya.
Ia mengatakan, aplikasi FGS pada ikan terbagi dalam tiga cara. Pertama larva ikan direndam dalam air mengandung FGS dengan dosis 0,03-30 mg/L selama 1-2 jam, dan kedua FGS bisa ditambahkan pada pakan dengan dosis 0,5-30 mg/kg dengan tiga atau empat kali pemberian. Atau dengan menggabungkan kedua cara di atas dengan merendam larva dan menambahkan FGS pada pakannya.
FGS dapat meningkatkan efisiensi pakan hingga lima kali lipat dan menurunkan biaya produksi ikan. Setelah diberi FGS terjadi pertumbuhan sebesar 75 persrn pada ikan gurame dan ikan sidat 2,5 kali lebih tinggi dari ikan sidat yang tidak diberi FGS.
Menurut Alimuddin, dari sisi keamanan pangan, metode ini sangat aman berdasarkan berbagai parameter yang sudah diuji.
"Ini selalu dipertanyakan apakah sama dengan yang digunakan pada ayam dulu (memacu pertumbuhan ayam dengan mengunakan steroid). FGS merupakan peptida biasa," katanya.
Dijelaskannya, FGS merupakan peptisida biasa, jika direndam selama 1 jam, setelah itu dibiarkan maka kemampuannya sudah turun setelah 2-3 bulan.
Ada studi yang mengatakan setelah 90 menit sudah tidak terdeteksi di dalam usus ikan. FGS terdegradasi di dalam saluran pencernaan tikus uji dan terabsorbsi di dalam saluran pencernaan dan sistem peredaran darah ikan dan tikus uji.
"Sehingga ikan dengan penambahan FGS aman dikonsumsi manusia," katanya menegaskan.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013