Kami memperkirakan suku bunga The Fed dan BI 7-day Reserve Repo Rate tidak akan bergerak hingga akhir tahun....Jakarta (ANTARA) -
Ekonom dari PT Bahana TCW Investment Management Emil Muhamad memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,5 persen hingga akhir 2023.
"Kami memperkirakan suku bunga The Fed dan BI 7-day Reserve Repo Rate tidak akan bergerak hingga akhir tahun meski dalam jangka pendek masih ada tekanan inflasi," kata Emil Muhamad dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Baca juga: ECB naikkan suku bunga ke level tertinggi sepanjang masa
The Fed akan kembali menetapkan arah suku bunga acuan dalam rapat dewan gubernur atau disebut juga Federal Open Market Committee (FOMC) pada 19-20 September 2023.
Menurut dia, bank sentral secara global akan lebih mempertimbangkan prospek pertumbuhan dan inflasi di tahun depan dalam menentukan arah kebijakannya hingga akhir tahun ini.
"Kami melihat ke depan bank sentral global segera shifting ke arah growth over stability. Namun perlu dicatat bahwa stability bisa tetap dijaga dengan beragam kebijakan,’’ ujarnya.
Bank Indonesia (BI) misalnya bisa menempuh kebijakan pro growth melalui kebijakan makroprudensial loan to value (LTV) dan diskon giro wajib minimum (GWM), sedangkan untuk menjaga stabilitas dilakukan dengan kebijakan suku bunga dan juga melalui sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Pasar memperkirakan suku bunga acuan akan dipertahankan atau tidak berubah meski gubernur bank sentral AS Jerome Powel masih membuka kemungkinan untuk kembali menaikkan suku bunga bila inflasi masih merangkak naik.
Baca juga: Argentina pertahankan suku bunga stabil meski terjadi lonjakan inflasi
Jika The Fed menaikkan suku bunganya pada bulan ini, maka untuk pertama kali dalam sejarah, suku bunga acuan AS berada pada level yang sama dengan suku bunga acuan Indonesia sebesar 5,75 persen.
Hal tersebut akan menambah tekanan terhadap nilai tukar, namun bank sentral bisa menjalankan triple intervention dan instrumen barunya SRBI. Dalam kondisi global yang penuh tekanan saat ini, menjaga yield differential dianggap lebih penting bagi kebijakan moneter.
Selama selisihnya masih di atas level terendah yang pernah terjadi di 2,12 persen, yield SBN masih cukup menarik bagi investor asing, apalagi pemerintah terus berupaya menekan inflasi domestik.
"Dengan menjaga yield di pasar keuangan tetap menarik, BI dapat mempertahankan suku bunga meski the fed masih membuka kemungkinan untuk menaikkan suku bunganya satu kali lagi ke depan," tuturnya.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023