Hasil survei Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa 91 persen nelayan dan pengusaha penangkapan ikan telah mengetahui aplikasi Penangkapan Ikan Terukur elektronik (e-PIT) untuk penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang PIT.
"Berdasarkan survei kami bersama Litbang Kompas, hasilnya memuaskan terkait penerapan teknologi e-PIT," kata Asisten Khusus Menteri KP Bidang Tugas Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto, dalam kegiatan Bincang Bahari ke-IX di Gedung Mina Bahari 1 KKP, Jakarta, Senin.
Doni mengatakan aplikasi e-PIT adalah teknologi yang diinisiasi KKP untuk kemudahan dan efektivitas pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi, serta kebijakan PIT bagi kapal penangkap dan pengangkut ikan.
Aplikasi itu terintegrasi dengan layanan lain, seperti perizinan usaha, izin pelayaran serta regulasi lainnya terkait aktivitas kelautan dan perikanan sehingga ke depan wajib untuk digunakan.
Menurut dia, teknologi ini akan efektif mulai diterapkan secara nasional pada 2024, untuk mendukung operasional penangkapan ikan terukur, pengawasan, meningkatkan efisiensi pelayanan, dan validitas data nasional.
Doni menyebutkan, KKP terus mengoptimalkan aplikasi e-PIT karena hasil survei menunjukkan 53 persen responden masih terkendala saat menggunakan teknologi tersebut.
"Kendala terbesar sampai saat ini menyangkut hal teknis yang di luar kapasitas dari KKP, seperti masalah sinyal atau koneksi internet dari pengguna saat berada di tengah laut," ungkap Doni.
Karena itu menurut dia, KKP terus mengedukasi pengguna aplikasi untuk bisa memanfaatkan penyedia layanan satelit berstandar internasional untuk menunjang kebutuhan.
Ke depan, KKP juga berkoordinasi dengan kantor kesyahbandaran dari setiap wilayah, serta melibatkan 1.000 personel internal untuk menyosialisasikan aplikasi digital itu.
Selain itu, Doni mengungkapkan bahwa survei itu menunjukkan sebanyak 75 persen responden mengetahui terkait kebijakan penetapan kuota penangkapan ikan, serta 70 persen untuk penerapan PNBP pascaproduksi.
Hasil riset KKP itu menurutnya juga menunjukkan 88 persen responden mengetahui tentang alat pemantau kapal (tracker) dan 84 persen mengetahui sistem zonasi.
Survei KKP bersama swasta itu dilakukan pada 26 Juni hingga 8 Juli 2023 dengan melibatkan 100 responden.
Responden terdiri dari 63 nakhoda atau nelayan dan 37 pengusaha penangkapan ikan.
Wilayah survei dilakukan di dua lokasi yaitu Cilacap, Jawa Tengah dan Benoa, Bali. Dua wilayah tersebut dipilih karena dijadikan lokasi awal penerapan e-PIT, sehingga pemerintah perlu mengetahui sejauh apa penerapannya dalam beberapa bulan terakhir.
Diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, penangkapan ikan terukur menjadi transformasi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang sejalan dengan peta jalan ekonomi biru. Hal ini untuk memastikan sumber daya ikan tetap lestari dengan mempertimbangkan aspek biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial.
"Berdasarkan survei kami bersama Litbang Kompas, hasilnya memuaskan terkait penerapan teknologi e-PIT," kata Asisten Khusus Menteri KP Bidang Tugas Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto, dalam kegiatan Bincang Bahari ke-IX di Gedung Mina Bahari 1 KKP, Jakarta, Senin.
Doni mengatakan aplikasi e-PIT adalah teknologi yang diinisiasi KKP untuk kemudahan dan efektivitas pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi, serta kebijakan PIT bagi kapal penangkap dan pengangkut ikan.
Aplikasi itu terintegrasi dengan layanan lain, seperti perizinan usaha, izin pelayaran serta regulasi lainnya terkait aktivitas kelautan dan perikanan sehingga ke depan wajib untuk digunakan.
Menurut dia, teknologi ini akan efektif mulai diterapkan secara nasional pada 2024, untuk mendukung operasional penangkapan ikan terukur, pengawasan, meningkatkan efisiensi pelayanan, dan validitas data nasional.
Doni menyebutkan, KKP terus mengoptimalkan aplikasi e-PIT karena hasil survei menunjukkan 53 persen responden masih terkendala saat menggunakan teknologi tersebut.
"Kendala terbesar sampai saat ini menyangkut hal teknis yang di luar kapasitas dari KKP, seperti masalah sinyal atau koneksi internet dari pengguna saat berada di tengah laut," ungkap Doni.
Karena itu menurut dia, KKP terus mengedukasi pengguna aplikasi untuk bisa memanfaatkan penyedia layanan satelit berstandar internasional untuk menunjang kebutuhan.
Ke depan, KKP juga berkoordinasi dengan kantor kesyahbandaran dari setiap wilayah, serta melibatkan 1.000 personel internal untuk menyosialisasikan aplikasi digital itu.
Selain itu, Doni mengungkapkan bahwa survei itu menunjukkan sebanyak 75 persen responden mengetahui terkait kebijakan penetapan kuota penangkapan ikan, serta 70 persen untuk penerapan PNBP pascaproduksi.
Hasil riset KKP itu menurutnya juga menunjukkan 88 persen responden mengetahui tentang alat pemantau kapal (tracker) dan 84 persen mengetahui sistem zonasi.
Survei KKP bersama swasta itu dilakukan pada 26 Juni hingga 8 Juli 2023 dengan melibatkan 100 responden.
Responden terdiri dari 63 nakhoda atau nelayan dan 37 pengusaha penangkapan ikan.
Wilayah survei dilakukan di dua lokasi yaitu Cilacap, Jawa Tengah dan Benoa, Bali. Dua wilayah tersebut dipilih karena dijadikan lokasi awal penerapan e-PIT, sehingga pemerintah perlu mengetahui sejauh apa penerapannya dalam beberapa bulan terakhir.
Diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, penangkapan ikan terukur menjadi transformasi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang sejalan dengan peta jalan ekonomi biru. Hal ini untuk memastikan sumber daya ikan tetap lestari dengan mempertimbangkan aspek biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial.
Baca juga: KKP kembangkan aplikasi "e-PIT" tingkatkan efisiensi bisnis perikanan
Baca juga: Telkomsat siapkan satelit penguat sinyal penangkapan ikan terukur
Pewarta: Donny Aditra
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2023