Percayakan masalah ini ke pemerintah saja, karena Pemerintah yang akan mengambil solusi, bukan lembaga atau organisasi asing yang hanya berteriak soal buruknya kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia.

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Alpha Research and Datacenter Ferdy Hasiman mengimbau masyarakat untuk mempercayakan data hingga penanganan polusi udara di Ibu Kota kepada pemerintah menyusul langkah-langkah yang diambil mulai membuahkan hasil.

Menurutnya, identifikasi data masalah polusi udara harus selalu merujuk kepada hasil Indeks Standar Pencemaran Udara/ISPU yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Percayakan masalah ini ke pemerintah saja, karena Pemerintah yang akan mengambil solusi, bukan lembaga atau organisasi asing yang hanya berteriak soal buruknya kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia,” katanya di Jakarta, Senin.

Baca juga: Indef: Saatnya akselerasi penyediaan transportasi ramah lingkungan

Langkah solusi yang diambil pemerintah, lanjutnya, sudah membuahkan hasil, terbukti beberapa waktu lalu, rekayasa cuaca mampu membuat langit Jakarta cerah.

Selain itu, kebijakan work from home/WFH serta pembatasan penggunaan transportasi pribadi saat KTT ASEAN juga mampu memperbaiki kualitas udara.

Hal senada dinyatakan pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio yang mengatakan untuk mengetahui kondisi polusi udara di wilayah Indonesia, khususnya di Jabodetabek, masyarakat bisa mengakses aplikasi bernama ISPUnet dari KLHK.

Sementara itu, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Luckmi Purwandari mengatakan Pemerintah berkomitmen untuk memberikan informasi mutu udara yang tepat dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara.

Hal itu dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah stasiun pemantauan otomatis kontinu yang dimiliki KLHK.

Baca juga: Pagi ini, kualitas udara Jakarta terburuk ketiga di dunia

Menyitir laman resmi KLHK, tujuan disusunnya ISPU agar memberikan kemudahan dari keseragaman informasi mutu udara ambien kepada masyarakat di lokasi dan waktu tertentu serta sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Tercantum bahwa perhitungan ISPU dilakukan pada 7 (tujuh) parameter yakni PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC. Terdapat penambahan 2 (dua) parameter yakni HC dan PM2.5 dari peraturan sebelumnya. Penambahan parameter tersebut didasari pada besarnya risiko HC dan PM2.5 terhadap kesehatan manusia.

Terkait dengan emisi PLTU, papar Luckmi, KLHK sudah mengintegrasikan Continuous Emissions Monitoring System/CEMS yang terpasang di cerobong PLTU ke sistem yang disebut dengan SISPEK milik KLHK.

"Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK) adalah suatu sistem yang menerima dan mengelola data hasil pemantauan emisi cerobong industri yang dilakukan dengan pengukuran secara terus menerus atau CEMS," katanya.

Terdapat 10 sektor industri yang wajib SISPEK, yaitu peleburan besi dan baja, pulp & kertas, rayon, carbon black, migas, pertambangan, pengolahan sampah secara termal, semen, pembangkit listrik tenaga termal, pupuk dan amonium nitrat.

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023