Angkatan bersenjata memukul balik serangan Front Revolusioner di daerah Um Berembita."

Khartoum (ANTARA News) - Militer Sudan hari Minggu menyatakan memukul balik serangan pemberontak di pinggiran sebuah daerah dimana gerilyawan melancarkan gempuran mengejutkan akhir pekan lalu.

"Angkatan bersenjata memukul balik serangan Front Revolusioner di daerah Um Berembita," kata Sawarmi Khaled Saad, juru bicara militer Sudan, seperti dikutip Kantor Berita SUNA, lapor AFP.

Um Berembita terletak di utara jauh negara bagian South Kordofan, dekat Abu Kershola yang kata pemberontak Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara (SPLM-N) mereka kuasai sejak Sabtu lalu.

Gerilyawan mengatakan, mereka tidak memiliki informasi terkonfirmasi mengenai Um Berembita.

SPLM-N adalah bagian dari koalisi pemberontak Front Revolusioner Sudan (SRF) yang pada Sabtu menguasai Abu Kershola selama serangan terkoordinasi ke daerah-daerah berdekatan, termasuk Umm Rawaba, kota terbesar kedua di negara bagian North Kordofan.

North Kordofan, tidak seperti Darfur di sebelah barat dan South Kordofan, biasanya tenang.

SRF mengatakan, mereka melancarkan serangan sebagai bagian dari strategi mereka untuk mencapai ibu kota Sudan, Khartoum, dan menggulingkan rejim Presiden Omar al-Bashir yang telah berkuasa selama 24 tahun.

Masyarakat internasional mengecam aksi pemberontak itu, dan Khartoum menyebutnya sebagai tindakan "teroris".

Bentrokan-bentrokan antara pasukan Sudan dan gerilyawan hingga kini juga masih terus berlangsung di Darfur meski misi penjaga perdamaian terbesar dunia UNAMID ditempatkan di wilayah Sudah barat itu.

Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang kini berjumlah 23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia, ditempatkan di Darfur, Sudan barat, sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan.

Perjanjian perdamaian Juli 2011 ditandatangani pemerintah Khartoum dan aliansi kelompok sempalan pemberontak Darfur di Doha, Qatar.

Namun, gerakan-gerakan utama seperti Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) dan kelompok Tentara Pembebasan Sudan yang dipimpin Abdel Wahid Mohammed al-Nur menolak menandatangani perjanjian perdamaian itu.

JEM adalah satu dari sejumlah kelompok Darfur yang memberontak pada 2003 untuk menuntut otonomi lebih luas bagi wilayah barat yang gersang itu. Mereka kini dianggap sebagai kelompok pemberontak yang paling kuat di Darfur.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10.000. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013