Dengan adanya insentif maka perusahaan pemegang PBPH akan menginternalisasi multi usaha kehutanan dalam business process-nya dan tidak mengangap sebagai kewajiban

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengatakan hingga saat ini sudah sekitar 40 perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang mengajukan untuk implementasi multi usaha kehutanan.

Menurut Sekjen APHI Purwadi Soeprihanto di Jakarta, Senin, pelaku usaha kehutanan butuh insentif yang bisa menjadikan implementasi multi usaha kehutanan sebagai bagian dari value chain perusahaan.

Dia mencontohkan pengembangan hutan tanaman industri dengan pola agroforestry yang bisa mendapat nilai tambah dari bisnis karbon dengan metode ARR (Aforestation, Reforestation, Revegetation).

"Dengan adanya insentif maka perusahaan pemegang PBPH akan menginternalisasi multi usaha kehutanan dalam business process-nya dan tidak mengangap sebagai kewajiban,” katanya melalui keterangan tertulis.

Sebelumnya Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto menyatakan, berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) bisa mengembangkan Multi Usaha Kehutanan.

“Pengembangan diversifikasi usaha di sektor kehutanan ini, mengintegrasikan pemanfaatan kawasan, hasil hutan kayu dan non kayu,” katanya.

Model bisnis Multi Usaha Kehutanan, tambahnya, dinilai bisa memicu produktivitas sehingga nilai ekonomi riil lahan hutan bisa meningkat.

Selain itu, implementasi Multi Usaha Kehutanan juga berdampak besar pada pencapaian agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Dalam kegiatan Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Eenergi Terbarukan di Jakarta, Sabtu (16/9) Agus menyatakan paradigma pemanfaatan hutan yang hanya berorientasi pada kayu sudah tidak relevan lagi.

Apalagi, potensi kayu yang menurut berbagai literatur tak lebih dari 5 persen. Oleh karena itu kini 95 persen potensi lansekap hutan lainnya harus dikembangkan melalui diversifikasi usaha kehutanan untuk meningkatkan nilai ekonomi lansekap hutan.

"Skema multiusaha dianggap mampu meningkatkan nilai ekonomi riil lahan hutan yang saat ini masih rendah,” katanya.

Mengacu pada PermenLHK No. P.08/2021 PBPH dapat melakukan penyesuaian perubahan usaha kegiatan pemanfaatan hutan melalui Multi Usaha Kehutanan.

Dia menyatakan implementasi model bisnis Multi Usaha Kehutanan menjadi bagian dari pencapaian agenda pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (Forestry and Other Land Use/FOLU) untuk pengendalian perubahan iklim, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Silverius Orcar Unggul menjelaskan multi usaha kehutanan merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Indonesia.

Dia menjelaskan Kadin mula mengintip peluang multi usaha kehutanan ketika Indonesia mengalami kekurangan bahan baku obat saat pandemi Covid-19. Padahal bahan baku itu bisa diproduksi dari kawasan hutan.

Selain itu permintaan akan energi terbarukan dalam bentuk pelet kayu mulai meningkat ditambah lagi dengan semakin berkembangnya model bisnis regenerative product di produsen-produsen dunia.

Baca juga: Agenda Indonesia's FOLU Net Sink diterapkan di tingkat tapak

Baca juga: Perluasan hutan tersertifikasi FSC dukung pengurangan emisi GRK

Baca juga: Indonesia luncurkan dokumentasi aksi menuju Folu Net Sink 2030

Baca juga: APHI dan IFCC kerja sama promosikan standar pengelolaan hutan lestari

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023