"Pembukaan kantor OPM ini bertujuan memenuhi tuntutan kampanye Papua Merdeka," ujar Fadli Zon di Jakarta, Sabtu, dalam keterangan tertulisnya menanggapi dibukanya kantor perwakilan OPM di Oxford.
Menurut dia, sikap pemerintah Oxford di Inggris ini jelas mencederai hubungan Inggris yang selama ini terjalin baik dengan Indonesia. "Separatisme adalah soal kedaulatan negara. Sikap ikut campur Inggris dalam hal ini harus ditolak dengan tegas," ujar dia.
Ia menegaskan Inggris harusnya bijak. Mereka juga punya riwayat separatisme panjang dengan Irlandia Utara dan Skotlandia. Begitupun terlibat dalam konflik mempertahankan Malvinas dengan Argentina. "Indonesia tak pernah ikut campur soal Inggris," ujarnya.
Fadli juga mengingatkan, di masa lalu, Inggris memiliki jejak kolonialisme yang panjang. Sebuah studi menunjukkan 90 persen negara di dunia pernah dijajah Inggris. Demikian pula keterlibatan dalam invasi Irak 10 tahun lalu. "Jejak berdarah ini harusnya jadi cermin mengurus diri sendiri, bukan malah intervensi urusan negara lain," kata dia.
Menurut dia, sikap pemerintah Indonesia harus tegas tolak campur tangan terhadap wilayah RI. Kehormatan dan kedaulatan RI harus ditegakkan.
Padahal, ia mengatakan, Inggris melalui British Petroleum sudah mendapat konsesi ladang gas Tangguh di Papua juga sejumlah konsesi tambang lain.
"Walau Presiden SBY menerima gelar Grand Cross of Bath dari Kerajaan Inggris, bukan berarti harus lembek. Ada saat dimana kita berkompromi, ada saat harus tegas," kata dia.
Ia mengatakan pemerintah Inggris memang masih mengakui NKRI atas Papua. Namun pembukaan kantor OPM di Oxford, merupakan sikap dualisme yang harus ditentang. Pemerintah tak boleh permisif dan defensif. Harus ada diplomasi ofensif agar kepentingan nasional bisa diamankan.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013