JAKARTA, 04/05 (ANTARA) Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II atau COREMAP II, telah berakhir pada Desember 2011 lalu. Program yang dirancang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan nama Coral Reef Rehabilition Management and Programme (Coremap), pada tahun 2013 ini, akan ditindaklanjuti dengan COREMAP III yang merupakan fase pelembagaan.Kelanjutan program ini tidak terlepas dari penilaian tim independen, termasuk Bank Dunia yang menunjukkan pengelolaan terumbu karang melalui program Coremap dinilai sangat baik.Demikian disampaikan Sudirman Saad, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan.


Sudirman menegaskan, penilaian tersebut juga tidak terlepas dari acuan monitoring yang dilakukan LIPI, di mana secara umum indikator biofisik yang dicapai program COREMAP II meningkat. Penilaian ini sesuai data Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Terinci BPK 2012 sejalan dengan data CRITC LIPI yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan tutupan karang hidup sebesar 71%, sedangkan di Daerah Perlindungan Laut (DPL) terjadi peningkatan sebesar 57%. Untuk populasi ikan karang, rata-rata mengalami peningkatan sebesar 3% di setiap lokasi. “Memang, tutupan karang di kabupaten terpilih yang cenderung tetap juga tidak dapat dinafikkan. Hal ini disebabkan, pada periode tahun 2009 – 2010 isu perubahan iklim memberi dampak yang cukup signifikan pada ekosistem terumbu karang, yang ditunjukkan adanya pemutihan karang atau coral bleaching di beberapa wilayah perairan laut Indonesia, termasuk COREMAP II seperti Wakatobi, Buton, Biak dan Lingga,” jelasnya.


Menurut Sudirman, pencapaian positif juga terlihat pada indikator sosial ekonomi. Berdasarkan hasil Implementation Completion Report (ICR) COREMAP II, wilayah-wilayah program Coremap telah menunjukan hasil yang memuaskan terhadap pentingnya konservasi ekosistem terumbu karang terlihat dari capaian indikator public awareness sebesar 75% melebihi 70% yang ditargetkan. Walau ada sebagian kecil alternatif usaha yang dikembangkan mengalami kemacetan dan berhenti produksi, hal ini lebih disebabkan oleh minimnya pengetahuan teknis usaha yang dikembangkan. Coremap telah berkordinasi dan mensinergikan kegiatan dalam bentuk pelatihan-pelatihan teknis dan pendampingan untuk pengembangan ekonomi produktif kabupaten “Bahkan dari laporan pemeriksaan kinerja terinci BPK dinyatakan bahwa rata-rata terjadi peningkatan pendapatan sebesar 21 persen,” jelasnya.



Melibatkan Masyarakat


Sudirman menandaskan, program Coremap sejak awal selalu bersinergi dengan mengutamakan partisipasi masyarakat. Berdasarkan berbagai aktivitas yang dilakukan, Coremap merupakan salah satu program yang komprehensif pendekatannya, memadukan pendekatan yang mempertemukan antara top down dan bottom up. Coremap tetap mengutamakan partisipasi masyarakat menuju terciptanya sumberdaya terumbu karang yang sehat, ikan berlimpah dan masyarakat sejahtera. “Sinyalemen sebuah kajian tahun 2009 di Wakatobi yang menyatakan bahwa program konservasi terumbu karang membatasi akses nelayan tradisional dan mengabaikan kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut jelas ini dipertanyakan,” tandasnya.


Buktinya, tegas Sudirman, dalam pelaksanaan COREMAP II, Kolobarasi antara pemda, masyarakat dan pengelola taman nasional Wakatobi berjalan dengan baik. Dimana masyarakat mempunyai ruang membuat DPL di zona pemanfaatan tradisional Taman Nasional. Di Wakatonbi saat ini terdapat 28 DPL yang diinisiasi masyarakat setempat. Bahkan secara keseluruhan lokasi program COREMAP II lebih dari 400 DPL telah diinisiasi dan dikelola oleh masyarakat lokal.. Proses pembentukan DPL-DPL di seluruh desa COREMAP II sejak awal diinisiasi masyarakat terlibat dan aktif berpartisipasi, proses identifikasi potensi desa, konsultasi publik, sampai pengesahan/penetapan oleh Desa seluruhnya berbasis masyarakat. “Jadi tidak benar, jika Masyarakat nelayan tidak dilibatkan dalam pembentukan pengelolaan konservasi wilayah pesisir,” tandasnya.


Sudirman menjelaskan, masyarakat secara partisipatif membuat peta atau denah lokasi DPL, menyusun aturan pengelolaan yang kemudian dikukuhkan aturannya dalam Peraturan Desa (PerDes). Rencana pengelolaan terumbu karang (RPTK) yang merupakan petunjuk dan arahan bagi desa dalam mengelola DPL, disusun dan dibuat oleh masyarakat dengan dibantu oleh beberapa fasilitator. DPL-DPL tersebut merupakan bagian "No Take Area" dari Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten. “ Pola ini secara intensif akan mendukung peningkatan rasa memiliki masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut. Dimana, masyarakat yang lebih dulu menanamkan rasa kepemilikan terhadap program sehingga masyarakat terlibat aktif pada setiap tahapan-tahapan kegiatan,” jelasnya.


Sudirman menambahkan, program COREMAP fokus pada upaya mendorong.partisipasi dan perubahan perilaku manusia, penguatan SDM dan kelembagaan serta pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat. Terumbu karang dilindungi dan dilestarikan, melalui upaya rehabilitasi secara alami sedangkan masyarakat digugah kesadarannya untuk turut berpatisipasi dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya secara arif dan bijaksana. Masyarakat diberikan alternatif mata pencaharian sehingga terjadi penurunan tekanan terhadap terumbu karang. Upaya pengelolaan sumberdaya di wilayah perairan laut, salah satunya dilakukan melalui pembentukan kawasan konservasi perairan (KKP) dan daerah perlindungan laut (DPL) yang berfungsi sebagai tabungan ikan, serta mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. “Program COREMAP, adalah program jangka panjang dengan tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia. Pada gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir,” ujarnya


Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)


Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013