Peningkatan layanan kontrasepsi ini selain mengurangi jumlah rata-rata perempuan melahirkan, juga dapat menekan tingginya perkawinan usia muda
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan perlu adanya peningkatan layanan kontrasepsi, utamanya di Provinsi Sulawesi Tenggara, mengingat rata-rata kelahiran anak yang masih cukup tinggi, sehingga perlu diturunkan demi mencegah stunting.

“Di Buton Selatan, Buton Tengah, Konawe, Buton, Muna, dan Buton Utara masih memiliki total fertility rate atau rata-rata jumlah anak yang tinggi, sehingga tim BKKBN perlu lebih keras lagi melayani kontrasepsi di wilayah tersebut untuk mengurangi rata-rata perempuan melahirkan agar angka stunting bisa turun,” kata Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Ia menegaskan, peningkatan layanan kontrasepsi ini selain mengurangi jumlah rata-rata perempuan melahirkan, juga dapat menekan tingginya perkawinan usia muda.

Baca juga: Jaksel tuntaskan program cegah tengkes "GO TUNTAS" tahap satu

"Angka kawin usia muda juga masih tinggi, yang sudah melahirkan di usia 15-19 tahun, di Kepulauan Konawe itu 66 orang per 1.000, di Konawe Utara, 65 per 1.000, di Buton, 54 per 1.000. Meskipun beberapa kota sudah lebih baik, tetapi masih butuh kerja keras untuk mencegah perkawinan usia muda ini," ucapnya.

Ia menegaskan, meski Provinsi Sulawesi Tenggara telah berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 31,4 persen di tahun 2021 menjadi 27,7 persen di tahun 2022 berdasarkan data Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), masih ada beberapa daerah yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

"Untuk Konawe, Muna, Bombana, Wakatobi, Buton Utara, dan Muna Barat perlu mendapat perhatian karena tempat-tempat tersebut stuntingnya meningkat," kata Hasto yang hadir memberikan arahan secara daring pada acara evaluasi percepatan penurunan stunting Provinsi Sulawesi Tenggara pada Kamis (14/9).

Senada dengan Hasto, Staf Ahli Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bidang Pembangunan Berkelanjutan drg. Agus Suprapto yang turut hadir secara virtual, mengatakan pentingnya fokus menangani ibu hamil selain anak stunting.

Baca juga: BKKBN: Inovasi "Si Centing" berguna bagi ibu hamil dan melahirkan

"Kita mesti fokus kepada subjeknya siapa, saya harap ada juga bapak asuh ibu hamil berisiko stunting, selain bapak asuh anak stunting. Jadi kita harus fokus sasarannya siapa yang lebih diutamakan, anak remaja dan ibu hamil itu harus diutamakan. Kemudian, konvergensi semua anggaran mulai dari tingkat kota/kabupaten hingga desa harus dipastikan tepat sasaran," kata Agus.

Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Sulawesi Tenggara Johannes Robert menyatakan penurunan stunting di Sulawesi Tenggara menuai hasil yang positif berkat roadshow percepatan penurunan stunting yang dilakukan di 17 kabupaten/kota.

“Satu upaya yang telah kita lakukan adalah bagaimana agar dana desa dapat dioptimalkan untuk mengintervensi stunting. Alhamdulillah, dalam perkembangannya pasca-roadshow, ada beberapa kabupaten yang sudah memfasilitasi desanya untuk mengalokasikan dana desa dalam rangka percepatan penurunan stunting," kata Johannes.

Ia berharap, dengan seluruh upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh semua unsur untuk menangani stunting dari hulu, utamanya melalui optimalisasi pendanaan mulai dari level desa, kabupaten/kota, hingga provinsi, Sulawesi Tenggara dapat menurunkan prevalensi hingga 20 persen di tahun 2023, dan mencapai target 14 persen di tahun 2024 sesuai arahan Presiden.

Baca juga: Walkot Jaktim pastikan gizi balita stunting terpenuhi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023