Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Aceh sepakat tidak mengiringkan suara adzan dalam pengibaran bendera daerah Aceh sebagaimana dijelaskan dalam poin 12 Klarifikasi Kementerian Dalam Negeri.
"Yang sudah disepakati baru dua, soal konsideran dan pengibaran bendera tidak diiringi adzan," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Jumat.
Kesepakatan tersebut diberlakukan atas pasal 27 Qanun Nomor 3 Tahun 2013, yang berbunyi, "Sebelum Qanun Aceh tentang Hymne Aceh disahkan/ditetapkan dan diundangkan, Pengibaran Bendera Aceh pada Peringatan Hari Besar Aceh diiringi Adzan."
Gamawan dan Gubernur Aceh Zaini Abdullah bertemu untuk kedua kalinya Rabu lalu guna menindaklanjuti pembahasan polemik Qanun (Perda) Nomor 3 Tahun 2013.
Dalam pertemuan itu, Gubernur digambarkan bisa memahami sejumlah poin klarifikasi dari Pemerintah.
Kedua belah pihak sepakat membentuk tim gabungan kecil terdiri dari tujuh orang dari Pemerintah Provinsi Aceh dan tujuh orang lintas kementerian terkait.
Untuk penggunaan lambang dan simbol dalam bendera daerah, belum disepakati gambar yang akan menjadi representasi karakteristik masyarakat Aceh tanpa menyerupai simbol gerakan separatisme.
"Soal bendera masih didiskusikan, kami mencari `win-win solution` dengan prinsip undang-undang yang tidak boleh dilanggar," jelasnya.
Pertemuan berikutnya digelar Selasa pekan depan (7/5) dengan agenda membahas 10 poin lain dalam klarifikasi, termasuk penggunaan simbol dan lambang bendera daerah.
"Pembahasan berikutnya bisa di Batam atau Jakarta, terakhir di Aceh," tambahnya.
Kementerian Dalam Negeri telah menyusun 13 poin klarifikasi atas Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
"Bendera dan lambang Aceh untuk semua orang, sedangkan suara adzan hanya bagi orang Islam (penduduk Aceh bukan hanya Muslim)," demikian bunyi poin Klarifikasi Menteri Dalam Negeri.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013