Seoul (ANTARA) - Apa pun kerja sama praktis yang muncul dari pertemuan puncak Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pekan ini, hubungan yang semakin mendalam di antara mereka ditujukan untuk memberikan peringatan kepada lawan-lawan mereka, kata para analis.
Seraya saling memanggil "kamerad", kedua pemimpin itu bersulang demi persahabatan pada Rabu setelah Putin mengajak Kim mengelilingi fasilitas peluncuran ruang angkasa paling modern di Rusia di mana mereka juga menggelar pembicaraan bersama dengan menteri-menteri pertahanan mereka.
Kedua negara memiliki kepentingan untuk memamerkan bahwa, kendati terisolasi secara geopolitik, mereka memiliki mitra yang dapat diajak bicara. Dan keduanya berupaya melemahkan sanksi dan tekanan internasional pimpinan AS, terhadap Rusia akibat perang di Ukraina dan terhadap Korea Utara akibat program senjata nuklir dan peluru kendalinya, kata para analis.
"Putin dan Kim sama-sama akan memetik keuntungan dari tawar-menawar transaksional, namun mereka juga akan mendapatkan keuntungan secara geopolitik dengan memberikan kesan bahwa kedua negara bersenjata nuklir ini bekerja sama secara militer dan mengirimkan peringatan mengenai akibat yang bisa muncul terhadap para sekutu dan mitra Amerika yang memiliki pemikiran yang sama yang mendukung Ukraina," kata Duyeon Kim, analis dari Center for a New American Security.
"Kim juga mengirimkan isyarat kepada Washington, Seoul dan Tokyo bahwa Rusia mendukungnya di Asia Timur Laut."
Baik Rusia maupun Korea Utara membantah klaim AS bahwa mereka berencana saling memberikan senjata, namun para pemimpin berjanji memperdalam kerja sama pertahanan, sedangkan Putin menyatakan bahwa Rusia akan membantu Korea Utara dalam membuat satelit.
Jika mereka hanya menginginkan kesepakatan senjata yang diam-diam, kedua pemimpin tidak perlu sampai bertemu langsung, kata Leif-Eric Easley, profesor pada Ewha University di Seoul.
"Atraksi diplomatik Putin dan Kim ditujukan untuk mengklaim keberhasilan dalam menggugat tatanan internasional pimpinan AS, menghindari ketergantungan yang berlebihan kepada China, dan memperbesar tekanan terhadap lawan-lawan mereka di Ukraina dan Korea Selatan," kata dia.
Pembahasan mengenai pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Korea Utara yang dilakukan secara terang-terangan, menunjukkan lumpuhnya lembaga-lembaga internasional utama, kata Andrei Lankov, pakar Korea pada Kookmin University di Seoul.
Pertemuan Kim dan Putin ini adalah indikator bahwa resolusi Dewan Keamanan terkait Korea Utara telah gagal, begitu juga semua upaya menghentikan Korea Utara atau menghukum negara itu akibat memiliki program nuklir, kata dia.
"Ini menciptakan preseden penting yang kemungkinan akan dipakai tidak hanya oleh Rusia tetapi juga oleh hampir semua pemain internasional bahwa jika Anda tidak menyukai resolusi Dewan Keamanan PBB, maka abaikan saja," kata Lankov.
Faktor Ukraina
Lankov juga mengatakan Rusia kemungkinan besar tidak akan memberi kan teknologi canggih kepada Korea Utara karena ini bisa membuat negara itu menjadi lepas kendali. Namun isyarat besarnya dalam kerja sama pertahanan membuat mereka mengirimkan pesan keras kepada Korea Selatan agar tidak secara langsung memberikan bantuan militer kepada Ukraina, kata dia.
Meskipun ditekan Kiev dan Washington, Korea Selatan hanya memberikan bantuan tidak mematikan kepada Ukraina, dengan menjual senjata dalam jumlah besar ke Polandia yang bertetangga dengan Ukraina, dan menyediakan peluru artileri kepada Amerika Serikat untuk mengisi cadangan senjata yang semakin menipis. Korea Selatan sudah menegaskan tidak berencana memberikan bantuan mematikan kepada Ukraina.
Jika Rusia, Korea Utara, dan China merasa terancam, masuk akal jika mereka menjadi berusaha saling membantu melalui kemitraan atau bahkan aliansi melawan Amerika Serikat. Namun ketiga negara mempunyai riwayat terbatas dalam mewujudkan hubungan semacam itu, kata Mason Richey, profesor pada Hankuk University of Foreign Studies di Seoul.
"Sulit bayi saya membayangkan Xi Jinping, Kim Jong Un, dan Vladimir Putin bisa percaya satu sama lain guna membangun aliansi bersama dalam jangka panjang," kata dia. "Mungkin bisa demi kepentingan mereka, tapi sulit bagi para diktator bisa bekerja sama satu sama lain."
Sumber: Reuters
Baca juga: Makna pemilihan Kosmodrom Vostochny jadi tempat bertemu Putin dan Kim
Baca juga: KCNA: Korut hasilkan kesepakatan yang memuaskan dengan Rusia
Baca juga: Putin sebut Rusia dan Korut miliki kesempatan bangun kerjasama militer
Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2023