Cirebon, (ANTARA News) - Sebanyak tujuh juta bibit mangrove hasil penangkaran warga pesisir Indramayu saat ini sulit dipasarkan, padahal warga sudah banting harga sampai Rp300 per batang, sementara dua tahun lalu harganya mencapai Rp1.250 per batang.
Nurcahyo, Pemuda Pelopor Lingkungan yang telah menyabet tiga kali juara nasional, Senin di Indramayu mengatakan, Pemerintah Pusat dan Pemprov Jawa Barat harus mampu turun tangan membantu pemasaran mangrove, karena sebagian penangkar telah menggunakan modal perbankan. Tanpa diikuti program penanaman mangrove dari Pemerintah, hasil penangkaran sulit dipasarkan.
"Mereka menjual murah bibit mangrove itu karena terpaksa. Mereka sudah tidak kuat lagi menahan lilitan bunga pinjaman bank yang menjadi modal awal melakukan kegiatan usaha penangkaran bibit mangrove," katanya.
Menurut Nurcahyo, penangkar bibit mangrove di lima desa seperti Pabean Ilir, Pasekan, Pabean Udik, Karang Song serta Desa Cemara itu telanjur memproduksi bibit mangrove dalam skala besar sehingga hasilnya mencapai 10 juta bibit mangrove.
"Saat ini yang terserap pasar untuk kegiatan penghijauan pada lahan kritis baru sebanyak tiga juta batang, dan sisanya yang tujuh juta batang bibit mangrove masih belum terjual," katanya.
Ia mengungkapkan, para penangkar bibit mangrove sebelumnya adalah petani tambak yang tertarik menggeluti usaha penangkarannya setelah dihubungi pengusaha yang menyatakan butuh bibit mangrove dalam skala besar terkait rencana penghijauan 25 juta bibit mangrove oleh Pemprov Jabar pada lahan pantai yang kritis.
Keluhan para penangkar itu telah disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan saat berkunjung ke Indramayu seminggu yang lalu, namun belum ada realisasi pasti apakah program penghijauan 25 juta bibit mangrove tersebut bakal terealisasi.
Sementara itu Pemkab Cirebon telah memprioritaskan sekitar 2.000 hektar lahan pantai untuk ditanami mangrove dalam upaya mengembalikan kesuburan lahan tambak, menetralisir pencemaran laut, dan sekaligus menahan pantai dari gempuran abrasi.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Ir Nunung Nurjanah mengungkapkan, eksploitasi tambak untuk budidaya udang secara terus menerus dari tahun 1975 sampai 1990-an menyebabkan tanah tambak di Kabupaten Cirebon menjadi asam dan untuk mengembalikan kesuburan tambak memerlukan waktu tujuh sampai 10 tahun.
"Dari panjang pantai 54 kilometer baru tertanam mangrove sepanjang 4,8 kilometer atau luasan sekitar 195 hektar saja terkait keterbatasan anggaran Pemerintah Daerah," katanya.
Namun khusus tahun 2006 ini Kabupaten Cirebon mendapat bantuan dari Pemprov Jawa Barat berupa program penanaman 35.000 pohon di dua kecamatan, yaitu seluas 326 hektar di Pangenan dan 80 hektar di Mundu serta ada bantuan dari Balitbang BPPT untuk penanaman mangrove di Kecamatan Kapetakan.
"Saat ini sedikit demi sedikit petambak mulai sadar untuk memelihara bakau, tetapi ini perlu diberi dorongan oleh Pemerintah agar penanamannya semakin luas di sepanjang pantai dan sekitar saluran tambak," katanya.(*)
Copyright © ANTARA 2006