Tergantung Pemda mengelola wewenang, dana, dan sumber daya manusia birokrasi yang dimilikinya. Untuk itu kami melakukan kajian atas lima RUU tersebut,"
Jakarta (ANTARA News) - Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menilai ada lima rancangan undang-undang yang tumpang tindih dalam pengaturannya, sehingga desentralisasi belum tentu memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat.
"Tergantung Pemda mengelola wewenang, dana, dan sumber daya manusia birokrasi yang dimilikinya. Untuk itu kami melakukan kajian atas lima RUU tersebut," kata Direktur Eksekutif PATTIRO Sad Dian Utomo dalam diskusi bertajuk "Harmonisasi Materi RUU Pemda, RUU ASN, RUU HKPD, RUU Desa, dan RUU Pilkada" di Jakarta, Kamis.
Sad Dian mengatakan RUU yang tumpang tindih tersebut adalah RUU Pemerintahan Daerah, RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), RUU Aparatur Sipil Negara, RUU Pemilihan Kepala Daerah, dan RUU Desa.
Dia mencontohkan dalam RUU HKPD, Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya mendanai tiga sektor yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Sementara itu menurut dia, RUU Pemda menetapkan 13 pelayanan dasar antara lain pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, ketahanan pangan, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, sosial, dan tenaga kerja.
Dia mengatakan RUU Pemda maupun RUU Desa tidak menjelaskan kewenangan desa jika dikaitkan dengan pembagian urusan antartingkat pemerintahan.
"Ada inkonsistensi di RUU Pemda yaitu pelaksanaan urusan pemerintah pusat yang menggunakan asas dekonsentrasi malah didanai dengan menggunakan dana perimbangan. Inkonsistensi itu dilanjutkan dalam RUU HKPD yang tidak lagi mengatur mengenai dana dekonsentrasi," ujarnya.
Selain itu, menurut dia ada tumpang tindih mengenai dana perimbangan di RUU HKPD dan RUU Pemda, karena masing-masing mengatur hal yang sama (pasal 170-175 RUU Pemda dan Bab VI RUU HKPD). Dia mengatakan RUU HKPD merupakan RUU yang secara spesifik mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Karena itu untuk menghindari tumpang tindih, diusulkan agar pasal 170-pasal 175 dalam RUU Pemda dihapuskan," katanya.
Dia menjelaskan mengenai ketentuan mengenai gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), tunjangan kinerja, gaji dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa berbenturan. Menurut dia dalam RUU ASN menyebutkan gaji dan tunjangan itu dibebabnkan kepada APBN, sementara itu di RUU Desa menyebutkan kepala desa dan perangkat desa ditetapkan dalam APBDesa yang bersumber dari APBD Kabupaten/ Kota.
"RUU Pemda mengatur mengenai seleksi Sekda Provinsi dan Sekda Kabupaten dengan mekanisme yang berbeda dari yang diatur dalam RUU ASN," katanya.
Selain itu, dalam penetapan kebutuhan PNS di daerah, RUU ASN mendorong dilakukan analisa keperluan jumlah, jenis, dan status PNS. Karena itu menurut dia, RUU ASN memandatkan aturan pelaksanaannya dalam wujud peraturan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Ketentuan ini berpotensi berbenturan dengan RUU Pemda yang spesifik menyatakan bahwa penentuan jumlah PNS di daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah," ujarnya.
Menurut dia perbedaan antara RUU Pemda dan RUU ASN ada dalam hal pengangkatan, pemindahan/ mutasi, dan pemberhentian termasuk di dalamnya pola karir. Dia mengatakan RUU ASN menentukan pengaturannya melalui Peraturan Menteri, sedangkan RUU Pemda mengatahkan untuk diatur oleh Peraturan Presiden.
(I028/S024)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013