Sistem tanggung renteng bisa cegah penyelewengan pajak

Sistem tanggung renteng bisa diterapkan di Ditjen Pajak. Untuk melengkapi sistem pencegahan lain yang selama ini sudah berjalan,"

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago menilai wacana pemberlakuan sistem tanggung renteng dapat melengkapi upaya pencegahan penyelewengan, yang selama ini dilakukan dalam instansi Direktorat Jenderal Pajak.

"Sistem tanggung renteng bisa diterapkan di Ditjen Pajak. Untuk melengkapi sistem pencegahan lain yang selama ini sudah berjalan," kata Andrinof saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.

Dia menilai melalui sistem tanggung renteng, jika ada oknum pegawai pajak melakukan penyelewengan, maka atasan dari oknum pegawai bersangkutan dapat turut dikenakan sanksi.

"Selama ini penegak hukum kurang mampu mengungkap mata rantai penyelewengan pajak. Sehingga dengan sistem tanggung renteng diharapkan bisa juga membuka mata rantai itu," kata dia.

Andrinof menilai sistem `whistle blowing` (pegawai mengadukan tindak penyelewengan) kurang signifikan diterapkan, sebab pegawai cenderung memilih oknum-oknum yang akan diadukannya.

"Pegawai yang menjadi `whistle blower` patut dihargai. Namun umumnya `whistle blower` tidak aktif menyampaikan aduan, ada kecenderungan pilih-pilih siapa yang akan diadukan," kata dia.

Lebih jauh dia mengatakan bahwa praktik penyelewengan disebabkan karena adanya peluang untuk melakukannya. Oleh karena itu dia mengusulkan agar Ditjen Pajak segera meminimalisir peluang-peluang penyelewengan yang mungkin terjadi.

"Dalam melaksanakan tugasnya para aparat pajak masih banyak menemukan peluang melakukan penyelewengan. Peluang itu harus ditutup," kata dia.

Menurut dia, cara menutup peluang itu antara lain yakni dengan menciptakan sebuah sistem kerja pegawai yang dapat mudah dikontrol atau diawasi setiap saat, serta menambah berat sanksi atau hukuman bagi para oknum pegawai penyeleweng pajak maupun wajib pajak yang nakal.

Sebelumnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengusulkan pemberlakuan sistem tanggung renteng di instansi Ditjen Pajak.

Penerapan sistem tersebut mengacu pada model yang sudah berjalan di lingkungan TNI dan Polri, yakni dengan adanya mutasi terhadap Pangdam dan Kapolda apabila anak buahnya terbuktti melakukan pelanggaran hukum, meski secara formal tidak ada perintah dari atasan.
(R028/B012)

4 Mei 2013

Diperlukannya IRS dan TPF dalam system pajak, karena pajak tak bisa dimasuki oleh Polisi, Jaksa, KPK dan sejenisnya. Sekali lagi, itu domain Penyidik Sipil yg notabene adalah fiskus. Sehingga, sejumlah nota kesepahaman antara Dirjen Pajak dengan Kepolisian, Kejaksaan dan KPK, terasa mengada-ada. Sudah jelas mereka kata UU tak boleh masuk ke situ, masih saja diterus-teruskan. Orang tak bayar pajak, yo hutang, Mau dipolisikan? ha ha ha. Kian dungu kita yg ikut mendengar. Tak mau kemalingan, jaga.

0 0 Balas LaporkanHapus
4 Mei 2013

Namun demikian, kita harus membuat naskah akademis sebagai dasar pengajuan satu kalimat "Pajak secara khusus diawasi oleh IRS dan TPF, diatur oleh UU" utk masuk ke dalam UUD. Naskah akademis itu pula bahan kampanye kepada Anggota MPR yg terpilih dalam Pemilu 2014. Jd, harus bikin team, yg lalu harus menangani kampanye ke 560 Anggota MPR utuk DPR, dan 178 anggota MPR utk DPD. Dgn naskah akademis itu, team bisa memastikan kesalahan dalam uu tidak lebih dari alpha 0.5 (parametrik, nonparametrik).

0 0 Balas LaporkanHapus
4 Mei 2013

UU Pajak, tapi memasukkan 2 kalimat di UUD via SU MPR mendatang. Yaitu, "Pajak secara khusus diawasi oleh IRS dan TPF, diatur oleh UU". Selesai. Amanat UUD itu kemudian diterjemahkan menjadi UU Lex Specialist. Jadi, cukup melobi MPR dalam musim Amandemen ke V.

0 0 Balas LaporkanHapus
4 Mei 2013

Bang Chan, bagaimana mungkin bisa diawasi human errornya, kalau sistemnya error. Pastikan sistemnya tidak error, baru kita bicara bagaimana mengawasi human error. Rumitnya lagi, nyaris semua konsulen pajak adalah mantan fiskus. Lalu, penalti dalam uu pajak (saya sempat jd anggota Pansus UU Perpajakan 2005), mutlak otoritas Dirjen Pajak. Lalu, Pengadilan Pajak, tak bisa dimasuki pangacara, dan kian eksklusif. 70% lebih, negara kalah di situ. Artinya, rakyat hrs membayar pengemplang via hukum.

0 0 Balas LaporkanHapus
4 Mei 2013

Faktanya, Rekening itu tak masuk ke UU Rupbasan. Rekening Rupbasan ini, kini sangat buanyaaak. Polisi, Jaksa, KPK, dst, menyimpan sendiri, Tak ada yg mengawasi. Tahun 2005, dan UPHK yg hilang sebasar 37 trillun. Hanya Abdurrahman Saleh yg melapor ke Komisi III DPR. Tiga jaksa agung sebelumnya, tidak mela[porkan, yaitu angkanya Rp 37 trilliun. Angka ini juga dimuat Kompas. Masih ingat Eliot Ness, poilsi IRS Amerika dalam film Untouchable? Itulah IRS.

0 0 Balas LaporkanHapus