Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap udara kotor di dalam ruangan menyusul temuan polutan melalui alat pendeteksi udara di fasilitas kesehatan dan sekolah.
"Kemenkes telah mengeluarkan aturan agar pengukuran kualitas udara dalam ruang lebih intensif di fasilitas umum, khususnya di puskesmas dan sekolah," kata Direktur Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anas Ma’ruf dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan kualitas udara di Jabodetabek yang menunjukkan indikator buruk dalam beberapa bulan terakhir mendorong Kemenkes beserta jajaran mengintensifkan surveilans hingga ke dalam ruangan fasilitas publik.
Merujuk pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Nomor 1109 Tahun 2023, setiap puskesmas di kawasan Jabodetabek diminta mengukur parameter fisik mutu udara dalam ruangan.
Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan kit sanitarian di ruangan pelayanan puskesmas dan sekolah.
Ia mengatakan pengukuran kualitas udara di puskesmas dilakukan setidaknya tiga kali sehari, yakni pukul 08.00, pukul 12.00, dan pukul 16.00. Sementara di ruang kelas sekolah dilakukan sekali dalam sehari pukul 10.00.
Baca juga: Menteri LHK serukan tanam pohon untuk mitigasi udara kotor
Adapun alat yang digunakan yakni alat pengukur partikel (particle counter). Alat tersebut dapat mengukur jumlah partikel PM2,5 dan PM10 di dalam ruangan.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, standar baku mutu untuk parameter PM 2,5 dalam ruangan maksimal sebesar 25 mikrogram per meter kubik.
Sementara ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk PM 2,5 sebesar 15 mikrogram per meter kubik.
Hasil pengukuran kualitas udara dalam ruangan untuk parameter tersebut di sejumlah puskesmas di Kota Depok menunjukkan jumlah yang melebihi baku mutu 25 mikrogram per meter kubik, kata Anas.
Puskesmas dengan tingkat PM2,5 tertinggi dilaporkan di wilayah yang berbatasan dengan daerah industri serta puskesmas dekat terminal angkutan umum.
Selain itu, kata Anas, hasil pengukuran menunjukkan waktu dengan tingkat PM2,5 tertinggi terjadi pada pagi hari.
”Kami lakukan di sejumlah puskesmas dan sekolah untuk mengetahui kualitas udara dalam ruangan yang sudah dilakukan dalam dua minggu terakhir mulai 28 Agustus 2023," katanya.
Karena itu, Anas mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak polusi bagi kesehatan, sebab sebagian besar aktivitas masyarakat dilakukan di dalam ruangan.
”Dengan mengetahui kondisi kualitas udara di dalam ruangan, intervensi lebih lanjut bisa dilakukan,” katanya.
Kemenkes juga memberikan edukasi dan penyuluhan terkait pengendalian pencemaran udara, penghentian pembakaran sampah sembarangan, serta mengoptimalkan penggunaan masker jika mengurangi aktivitas di luar ruangan.
“Sehingga harapannya kualitas lingkungannya tetap sehat dan terjaga dengan berbagai upaya yang dilakukan,” katanya.
Baca juga: Komite PPRPU rekomendasikan masker berkemampuan filterisasi PM2,5
Baca juga: Menkes: Kebijakan WFH untuk menekan emisi karbon kendaraan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023