Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan sebelum Timor Leste meminta pasukan PBB untuk mengatasi kerusuhan di Dili bulan Juni lalu, Presiden Xanana Gusmao dan Menlu Australia Alexander Downer mengontak Indonesia untuk mendukung pemulihan situasi Timor Leste. "Kita lalu mendorong Malaysia untuk ambil bagian dalam pemulihan di Timor Leste," kata Menlu di DPR Senin dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR yang dipimpin ketuanya Theo L Sambuaga. Hassan menambahkan ketika kerusuhan meletus di Timor Leste, Indonesia segera menutup daerah perbatasan dengan Timor Leste. "Hal itu dilakukan untuk mencegah infiltrasi. Kita netral," kata Menlu. Namun, atas permintaan Presiden Xanana Gusmao, RI telah membuka wilayah perbatasan itu, tetapi hal itu dilakukan dengan selektif. "Pembukaan selektif itu untuk menjamin pasokan barang kebutuhan pokok," katanya. Menlu menjelaskan Perdama Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri, sempat menuduh bahwa dalam kerusuhan di Dili, pihak Indonesia terlibat. "Tapi kemudian Alkatiri mengatakan bahwa dia tidak menyatakan RI yang terlibat, tapi dia menyebut pihak kelompok-kelompok milisi di Timor Leste," katanya. Menlu mengemukakan tuduhan Alkatiri itu telah dibantah baik oleh Presiden Xanana Gusmao maupun Menlu Ramos Horta. " Nenlu Australia Downer juga ikut membantah," kata Hassan. Dalam kesempatan tersebut Menlu juga menjelaskan kepada anggota Komisi I DPR bahwa dalam kerusuhan di Timor Leste itu, faktor Alkatiri sendiri ikut berperan. Dalam proses selanjutnya, Alkatiri mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri dan Ramos Horta meminta parlemen untuk mencari penggantinya. Namun parlemen Timor Leste yang didominasi oleh Partai Fretilin belum bisa mencari penggantinya dalam waktu dekat. Menlu juga sempat menyinggung ada upaya untuk mengusir wartawan Metro TV dari Dili karena liputannya dinilai tidak akurat. "Namun pengusiran itu tidak terjadi karena ada usaha dari Presiden Xanana Gusmao yang mencegah agar pengusiran itu tidak terjadi," kata Menlu. Dalam rapat kerja itu Menlu juga menyinggung sejumlah kasus korupsi di lingkungan KBRI di Malaysia maupun di Tokyo, yang semuanya kini diproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. (*)
Copyright © ANTARA 2006