Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial menyerap pengalaman terbaik (best practice) dari narasumber asal Filipina hingga Amerika Serikat untuk memperkuat pengamanan hakim melalui seminar internasional dengan Tema "Mewujudkan Independensi Peradilan Melalui Jaminan Keamanan Hakim dan Persidangan".
“Seminar hari ini sebagai perbandingan sebetulnya best practice di negara-negara lain tentang pengamanan hakim dan persidangan,” ucap Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai usai membuka seminar internasional tersebut di Jakarta, Selasa.
KY menghadirkan empat narasumber dari sejumlah negara, yakni Supreme Court of the Philippines, Jose Midas P. Marquez; Resident Legal Advisor Malaysia, Aaron Lucoffil; Profesor dari University of South Australia, Warwick T. (Rick) Sarre; dan United States Marshals Service John R. Seagreaves.
Menurut Amzulian, pengamanan hakim dan peradilan di dalam negeri masih tergolong sangat longgar. Dia menilai longgarnya pengamanan tersebut disebabkan oleh kultur masyarakat maupun sistem ketatanegaraan.
“Longgar, baik itu karena kultur masyarakatnya maupun karena sistem ketatanegaraannya, sistem masyarakatnya, karena kan kita ini masyarakat yang berbahu, hampir tidak ada pejabat, hakim, termasuk, yang sifatnya eksklusif,” katanya.
Baca juga: KY hadir meningkatkan kepercayaan terhadap pengawasan kinerja hakim
Baca juga: KY upayakan MoU dengan Polri untuk jemput paksa hakim
Dia mencontohkan tragedi terbunuhnya salah satu hakim Pengadilan Agama Sidoarjo usai sidang pembacaan putusan kasus pembagian harta gono-gini pada 21 September 2005. Amzulian mendorong agar kejadian tersebut tidak lagi terjadi di masa depan.
Melalui seminar tersebut, kata Amzulian, KY mengupayakan lahirnya rekomendasi peningkatan pengamanan hakim dan persidangan di Indonesia. Dengan begitu, pemerintah bisa menerapkan rekomendasi tersebut untuk meningkatkan kualitas peradilan dan keamanan para hakim.
“Supaya nanti agar rekomendasi kita yang tepat. Rekomendasi itu bisa dilaksanakan oleh pemerintah kita. Tentu saja agar peradilan kita lebih bagus dan keadilan bagi masyarakat benar-benar bisa dicapai,” kata dia.
Amzulian mencontohkan pengadilan militer (court martial) Amerika Serikat sebagai hal bisa dijadikan pilot proyek di Indonesia.
“Tadi kita lihat, ya, tentu yang sepintas saya lihat yang paling maju adalah Amerika, ya, dengan court martial. Kemudian itu menular ke negara lain, termasuk Filipina yang terbaru,” kata dia.
Namun begitu, Amzulian mengakui bahwa tidak semua best practice negara lain bisa diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya akan menyaring kembali setiap masukan yang didapat dari seminar tersebut.
“Tapi kan tidak berarti semua negara itu cocok untuk kita. Apa yang kita pelajari, kita bandingkan, best practice-nya mereka, kita sesuaikan. Banyak hal belum tentu cocok di negara kita. Kita sesuaikan,” imbuhnya.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023