Bagi pembeli, siaran belanja memiliki daya pikat tersendiri... Apalagi bila host-nya seorang selebritas,

JAKARTA (ANTARA) - Melakukan siaran langsung atau live tapi bukan stasiun televisi, pintar bicara di depan kamera tapi bukan penyiar. Itulah fenomena siaran belanja (live shopping) yang tengah tren di berbagai mimbar lokapasar maupun media sosial akhir-akhir ini. Semarak siaran belanja yang menjulangkan omzet para pelaku usaha tentu menggembirakan, namun budaya konsumtivisme yang turut bergairah karenanya menjadi persoalan lain yang perlu disikapi.

“Ayo yang baru bergabung kakak…di live shopping aku, yang belum follow jangan lupa follow dulu yaa, biar dapet diskon dan voucher gratis ongkir. Di tap-tap dulu ya sayang, trus yang mau tanya-tanya produk boleh komen-komen di-chat. Ayo…ayo…bestie, mumpung lagi live harganya murah gila, silakan mau tanya di keranjang berapa aku spill-in. Kalo sudah cocok langsung aja check out payment, buruan! Nanti harganya kembali normal ya kalo sudah gak live”.

Itulah gambaran suasana siaran belanja saat pemasar atau host live shopping menyapa para penonton yang mulai dirayu untuk menjadi konsumennya. Wajahnya sumringah, sikap ramah, bicaranya renyah, rangkaian kata-katanya berentet seolah tak ada titik dan koma. Meriah dan menyenangkan meski cara sapa kepada audiens yang menggunakan sebutan “sayang”, “say”, “cinta” kadang terasa menggelikan.

Tak diketahui kapan dan di mana para host itu belajar ilmu penyiaran tapi tiba-tiba saja mereka bermunculan ketika tren siaran belanja kian meraja lela belakangan ini. Memang beberapa di antaranya merupakan selebgram yang sudah terbiasa tampil di depan kamera, namun lebih banyak toko daring yang menggunakan karyawannya sendiri untuk melakukan sesi live shopping.

Siaran belanja, sebuah terobosan yang menciptakan suasana belanja daring rasa luring karena berinteraksi langsung dengan penjual dan bisa bertanya lebih detail mengenai produk yang ditaksir. Melalui percakapan tertulis, para konsumen--yang mengesampingkan rasa malu-- juga banyak yang meminta potongan harga atau voucher ongkos kirim.

Kerumunan audiens dengan banyak kemauan bersama pemasar (host) yang ceriwis, membuat suasana siaran belanja menjadi begitu hidup. Kepiawaian sang tuan dagang dalam mengakrabi konsumen dengan menyebut satu demi satu nama mereka yang mengajukan pertanyaan di kolom percakapan, sukses membangun kedekatan sekaligus keseruan.

Gencarnya promosi yang meluncur dari mulut pemasar daring tak pelak membuat para pengunjung toko berlama-lama mengikuti sesi siaran dan tergoda untuk belanja barang-barang lain tanpa rencana. Bak pedagang jamu yang mampu menghipnotis kerumunan konsumen dengan rayuan mautnya.

Menyaksikan kepintaran para pemasar dalam menawarkan barang memang menyenangkan, pun geliat ekonomi yang turut terdongkrak olehnya. Namun kehadirannya sebagai penggoda belanja, menuntut kearifan untuk menyikapinya.

Doyan belanja

Aktivitas berbelanja memang memicu hormon endorfin, yang memberi kegembiraan, bahkan kebahagiaan. Kelas bawah, menengah, dan atas merasakan pengalaman yang menyenangkan selama menjalani proses pembelian.

Masyarakat Indonesia pun terbilang doyan belanja, termasuk belanja secara daring dan lebih getol lagi pada sesi live shopping atau promo tanggal dan bulan kembar serta saat Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional). Data pada Bank Indonesia mencatat nilai transaksi perniagaan daring menembus Rp227,8 triliun atau naik 22,1 persen pada 2022 secara tahunan (year on year/yoy).

Bagi pembeli, siaran belanja memiliki daya pikat tersendiri mungkin karena faktor interaksi yang menimbulkan sensasi seolah bertemu pedagang langsung dan dapat menanyakan banyak hal. Apalagi bila host-nya seorang selebritas, para pengunjung situs belanja daring pun makin antusias.

Terbukti, sejumlah selebritas yang membuka lapak live streaming untuk menjajakan barang dagangannya, mengklaim telah meraih omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah dalam hitungan jam saja. Yang paling bombastis ada bos produk perawatan kulit dr. Richard Lee yang diberitakan memperoleh omzet hingga Rp8 miliar dalam 2,5 jam sesi live shopping. Nama lain yang tersebut mendapat omzet ratusan juta di antaranya Raffi Ahmad, Baim Wong, dan Sarwendah.

Menjadi hal menggembirakan mendengar cerita para pedagang itu berlimpah rezeki. Akan tetapi ketika ditilik dari sisi pembeli siapa saja yang belanja skincare hingga terkumpul angka sedemikian besarnya? Benarkah hanya orang-orang yang telah memiliki kebebasan finansial atau masyarakat bergaji UMR juga ikut "terhasut"? Faktanya, belanja telah menjadi kegemaran semua kalangan, terlepas tersedia atau tidak dananya karena metode berutang sudah begitu gampang.

Tangkapan layar akun Instagram dr. Richard Lee. ANTARA/Instagram/@dr.richard_lee

Inovasi niaga

Berbelanja secara konvensional dengan cara mengunjungi toko fisik kadang menjadi ajang rekreasi. Sesi melihat-lihat barang (window shopping), menyentuh dan memegang atau meneliti material bahan dari produk yang ingin dibeli serta ngerumpi dengan para pramuniaga menjadi keasyikan tersendiri.

Namun karena alasan kesibukan dan kebiasaan baru serba daring dan virtual yang terbangun selama pandemi, membuat kegiatan belanja luring terasa membutuhkan perjuangan lebih, mengingat waktu dan jarak tempuh perjalanan.

Fasilitas live shopping sebagai inovasi perniagaan daring menghadirkan kepraktisan berbelanja dengan sentuhan interaksi seperti layaknya berkunjung ke lapak langsung. Meski tak memperoleh sensasi belanja konvensional sepenuhnya, setidaknya ada ruang untuk melihat-lihat keragaman produk, menanyakan kualitas bahan, serta varian, warna, dan ukuran yang tersedia. Juga harga khusus yang ditawarkan selama sesi siaran belanja berlangsung.

Bagi para pelaku usaha, berjualan melalui lapak live streaming memberinya peluang untuk melakukan tiga aktivitas pemasaran sekaligus, yakni:

- Promosi. Sesi siaran belanja umumnya mampu menaikkan tingkat kunjungan konsumen ke toko daring secara signifikan. Maka, pedagang bisa mengenalkan dan menawarkan berbagai produk kepada para penonton pada kesempatan yang baik itu.

- Interaksi. Menjadi salah satu poin menarik karena antara pembeli dan penjual dapat langsung berinteraksi melalui kolom chat dan akan ditanggapi oleh host pada siaran langsung itu. Pemilihan host yang atraktif sangat menentukan keberhasilan pemilik usaha dalam menggaet konsumen dan pelanggan setia.

- Transaksi. Dari interaksi yang hangat berpotensi menghasilkan transaksi yang menguntungkan. Promosi menarik yang ditawarkan dalam waktu terbatas membuat para penonton segera membuat keputusan untuk bertransaksi tanpa menunda waktu lagi sehingga hasil penjualan produk dapat segera dirasakan pelapak.

Melihat fenomena maraknya siaran belanja, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berpesan agar para pelaku UMKM juga ikut berjualan secara digital melalui lokapasar.

“Dengan begitu, pasar untuk produk-produk mereka tidak hanya berada di satu kota, namun dilihat oleh seluruh dunia. Jangkauannya jadi tidak terbatas,” kata dia.

Sebagai salah satu bentuk dukungan Mendag dalam memajukan produk dan merek lokal, dia pun ikut berjualan daring di media sosial dalam acara Festival Indonesia: Pesta Anak Bangsa di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno (GBK) beberapa waktu lalu, yang disiarkan di akun Instagram @pesta.anakbangsa.

Dalam sesi siaran belanja itu, Mendag Zulhas menawarkan produk dan merek lokal seperti pakaian, tas, hingga rendang produksi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat sesi Live Shopping di Festival Indonesia, di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (9/7/2023). ANTARA/HO-Biro Humas Kemendag

Terdampak baik

Semarak siaran belanja dalam perjalanannya makin menebarkan berkah bagi berbagai sektor pendukung untuk terselenggaranya program itu secara profesional. Berikut beberapa pihak yang terdampak baik oleh masifnya program live shopping:

- Loker host. Pemandu dalam tayangan siaran belanja adalah pemain utama yang menentukan kesuksesan program siaran langsung itu. Karenanya, para pemilik usaha banyak yang membuka lowongan pekerjaan untuk merekrut SDM mumpuni yang layak tampil di layar secara profesional.

- Penyewaan studio. Program live streaming tentu saja membutuhkan lokasi yang telah didesain agar area yang masuk bingkai layar siaran (in frame) tampak menarik. Sementara tidak semua toko daring memiliki ruang yang representatif untuk ditampilkan ke layar publik. Melihat peluang ini, bermunculanlah bisnis rintisan penyewaan studio live streaming. Di setiap studio biasanya terdapat berbagai fasilitas penunjang seperti perangkat open broadcaster software (OBS) untuk meningkatkan kualitas video, set pencahayaan lengkap, serta berbagai peralatan syuting lainnya.

- Jasa live streaming. Yang ini bukan hanya menyewakan studio tetapi sudah paket lengkap termasuk pemandu program. Sehingga pemilik usaha yang ingin mempromosikan produknya melalui live shopping tinggal siapkan anggaran dan terima jadi.

- Sewa modem internet. Karena sesi siaran belanja membutuhkan koneksi internet yang stabil, adapula yang menangkap kesempatan itu dengan menyediakan sewa modem internet.

- Pelatihan host. Melihat pentingnya keahlian berbicara di depan kamera bagi para pemasar daring, akhirnya ada juga yang membuka pelatihan host melalui webinar. Sebuah situs pembelajaran daring membuka kelas untuk pelatihan bagi perwakilan penjualan komersial untuk memahami live streaming sebagai alat penjualan. Pelatihan sebanyak lima sesi dengan masing-masing sesi berdurasi tiga jam itu dijadwalkan berlangsung pada 11-15 Desember 2023. Setiap peserta dipungut biaya Rp1,5 juta untuk mengikuti pendidikan singkat bersertifikat itu.

Talenta di bidang program live streaming kini tengah digandrungi Gen Z. Selain salary yang lumayan tinggi, peran sebagai penampil pada layar virtual itu juga mengundang daya pikat tersendiri.

Bagaimanapun bakat-bakat “penyiar” dalam dunia perniagaan itu patut diapresiasi, tapi bukan berarti serta-merta membeli produk yang mereka tawarkan tanpa kendali diri.






Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023