Jakarta (ANTARA) - Huawei meluncurkan ponsel terbarunya pekan lalu, Mate 60 Pro dan Mate 60 Pro+, di tengah kunjungan Menteri Perdagangan Amerika Serikat Gina Raimondo ke China, yang kemudian mengundang perhatian banyak pihak, terutama AS dan sebagian negara Eropa.
AS bahkan akan segera melakukan investigasi teknikal terhadap chip yang digunakan di ponsel itu, yakni Kirin 9000s, yang notabene adalah prosesor yang dikembangkan sendiri oleh Huawei melalui mitranya di China, Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC).
"Saya akan menahan komentar mengenai chip tertentu yang dimaksud, sampai kita mendapatkan lebih banyak informasi tentang karakter dan komposisinya," kata penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan dalam konferensi pers hari Selasa (5/9).
Baca juga: Jadi produktif dengan tablet rasa laptop Huawei MatePad 11.5
Lalu, kenapa chip di Huawei Mate 60 Pro begitu menarik perhatian AS?
Kembali ke 2018, bahwa pada Mei Presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan yang melarang perusahaan-perusahaan AS menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dari siapa pun yang dianggap sebagai ancaman keamanan nasional.
Meski tidak secara eksplisit, langkah Trump itu secara luas dipandang ditujukan kepada Huawei. Dan, pada hari yang sama Departemen Perdagangan menempatkan Huawei dan 70 afiliasinya dalam “Daftar Entitas”, yang pada dasarnya merupakan daftar hitam yang melarang perusahaan-perusahaan di dalamnya membeli suku cadang dan komponen dari perusahaan AS.
Keputusan pemerintah AS ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya perang dagang antara AS dan Tiongkok. Namun hal ini juga terkait dengan kekhawatiran lama mengenai tuduhan mata-mata oleh Huawei dan ancaman keamanan nasional lainnya.
Baca juga: HUAWEI MatePad 11.5 resmi meluncur Rp5 jutaan di Indonesia
Pada 17 Agustus 2020, Departemen Perdagangan secara mengejutkan mengumumkan pembatasan baru terhadap kemampuan Huawei untuk membeli chip semikonduktor—sirkuit elektronik yang menyimpan data komputer. Langkah ini melarang semua perusahaan menjual chip apa pun yang dibuat dengan teknologi AS kepada Huawei.
Bukan cuma AS, pada Juni 2023 Pemerintah Belanda menerbitkan peraturan baru mengenai pengendalian ekspor peralatan semikonduktor. Seperti yang diumumkan sebelumnya pada bulan Maret, kontrol ekspor baru berfokus pada teknologi manufaktur chip yang canggih, termasuk sistem litografi deposisi dan imersi yang paling canggih.
Terkait peraturan itu, pengembang sistem fotolitografi Belanda ASML mengajukan permohonan izin ekspor kepada pemerintah Belanda untuk semua pengiriman sistem litografi DUV (deep ultaviolet) imersi paling canggih (TWINSCAN NXT:2000i dan sistem imersi berikutnya).
ASML pun melalui pengumuman resmi menyatakan bahwa penjualan sistem EUV (extreme ultraviolet) ASML telah dibatasi. ASML akan terus mematuhi peraturan ekspor yang berlaku, termasuk peraturan Belanda, UE, dan AS.
Itu lah latar belakang kenapa chip Kirin 9000s pada perangkat Huawei Mate 60 Pro kemudian diselidiki oleh AS, selain banyak cerita lain dari dampak eskalasi "perang teknologi" AS vs China yang kental dengan motivasi politik.
Baca juga: Amerika Serikat bersedia membicarakan masalah perdagangan dengan China
Kirin 9000s
Maka, sungguh lah wajar apabila Huawei berupaya mengurangi ketergantungan dengan suku cadang AS, yang nyata-nyata penggunaannya dibatasi untuknya, bahkan dilarang. Lalu kemudian, Huawei mengembangkan chip sendiri bersama mitra lokalnya, SMIC.
Kirin 9000s menjadi chip pertama di tengah upaya Huawei keluar dari tekanan AS, dan wajar jika ini mengundang perhatian besar dari banyak pihak secara internasional. Ini juga menandai langkah besar kedua Huawei setelah sebelumnya ia memilih tidak menggunakan Android secara utuh tapi mengembangkan sistem operasi sendiri bernama Harmony.
Chip Kirin 9000s dikembangkan Huawei bersama SMIC melalui pemrosesan teknologi canggih 7 nanometer (nm), menurut TechInsights yang berkantor pusat di Ottawa sebagaimana diberitakan oleh Japan Times.
Temuan dan klaim para pengguna awal mengenai kinerja ponsel yang kuat menunjukkan bahwa China sedang membuat kemajuan dalam pengembangan chip kelas atas, bahkan ketika Washington sedang meningkatkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan China.
Hal itu menunjukkan bahwa kemajuan teknis telah dicapai oleh industri semikonduktor China tanpa alat EUV. EUV mengacu pada litografi ultraviolet ekstrem dan digunakan untuk membuat chip 7nm atau yang lebih canggih.
Baca juga: Amerika Serikat minta Pengadilan Federal tolak gugatan Huawei
Chip paling canggih yang pernah dibuat SMIC adalah 14nm, karena pada akhir tahun 2020 mereka dilarang oleh Washington untuk memperoleh mesin EUV dari perusahaan Belanda ASML.
Namun, TechInsights tahun lalu mengatakan bahwa pihaknya yakin SMIC telah berhasil memproduksi chip 7nm dengan mengubah mesin DUV yang lebih sederhana yang masih dapat dibeli secara bebas dari ASML.
Itu lah kenapa keluarnya Huawei Mate 60 Pro yang mengusung chip Kirin 9000s menimbulkan banyak reaksi dan komentar dari berbagai pihak, terutama AS.
Huawei Mate 60 Pro dibekali layar OLED 6,8 inci 120Hz yang melengkung di bagian samping dan memiliki pemindai sidik jari optik di bawahnya, sementara bagian belakang kaca dengan sistem kamera tiga lensa menonjol yang ditempatkan dalam susunan melingkar, kemudian bingkai aluminium yang menampung tombol biasa dan port USB-C.
Ponsel ini dibekali RAM 12GB dan baterai 5.000 mAh di dalamnya, sementara penyimpanan internalnya bisa sampai 1 terabyte. Huawei Mate 60 Pro dijalankan dengan sistem operasi HarmonyOS 4.0.
Baca juga: AS akan batasi investasi sektor teknologi sensitif di China
Pewarta: Suryanto
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023