Tidak ada ketentuan yang mengatur belanja (kampanye). Ini tidak adil karena yang diatur hanya partai, bukan perorangan (caleg). Oleh karena itu, belanja kampanye harus dibatasi,"

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung mengatakan anggaran belanja para calon anggota legislatif (caleg) untuk berkampanye harus dibatasi guna menekan biaya politik tinggi.

"Tidak ada ketentuan yang mengatur belanja (kampanye). Ini tidak adil karena yang diatur hanya partai, bukan perorangan (caleg). Oleh karena itu, belanja kampanye harus dibatasi," kata Pramono dalam diskusi buku Basa-Basi Dana Kampanye di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, salah satu penyebab politik biaya tinggi di Tanah Air adalah adanya keterlibatan pengusaha di dalam organisasi politik.

Berkaca pada Pemilu 2009, sebanyak 72 persen dari 560 anggota DPR RI saat ini adalah wajah baru yang didominasi oleh pengusaha.

Setiap pengusaha tersebut, rata-rata menghabiskan dana untuk kampanye mulai Rp1,8 miliar hingga Rp6 miliar.

Angka tersebut didapat dari hasil penelitian kualitatif terhadap anggota DPR saat ini oleh Pramono.

"Hampir sebagian besar partai politik itu punya `cukong`. Tentu ini akan menggoda siapapun yang terlibat itu," tambahnya.

Praktik politik uang pada proses Pemilu juga diperkuat dengan biaya saksi penghitungan suara yang mencapai Rp1,5 miliar untuk satu daerah pemilihan (dapil), dengan perhitungan satu saksi memperoleh Rp50 ribu.

"Kalau sekarang saksi paling murah (dibayar) Rp100 ribu, berarti sudah Rp2 miliar per dapil," tambah dia.

Sementara itu, penulis buku Basa-Basi Dana Kampanye, Didik Supriyanto, mengatakan tidak adanya pengaturan pembatasan belanja kampanye membuat parpol dan caleg menggalang dana dengan beragam cara, agar dapat melakukan kampanye masif untuk memperoleh suara.

"Sementara itu, peserta Pemilu cenderung tidak melaporkan semua belanja kampanye secara nyata. Apalagi tidak ada sanksi bagi mereka yang membelanjakan kampanye lebih besar dari yang ditetapkan," kata Didik, yang juga peneliti di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Oleh karena itu, diperlukan undang-undang untuk membatasi belanja kampanye, baik parpol, caleg maupun calon pejabat eksekutif.

Hal itu bertujuan untuk menjaga prinsip kesetaraan antarpeserta pemilu, dalam rangka memperebutkan suara pemilih.

Namun, usulan terkait perbaikan pengaturan dana kampanye selalu ditolak oleh para pembuat regulasi karena ada upaya mempertahankan para `cukong` di dalam partai. (F013/I007)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013