Jakarta (ANTARA News) - Indonesia melalui Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran virus flu burung H7N9 yang saat ini sedang mewabah di China.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Kementerian Pertanian Haryono di Jakarta, Selasa mengatakan bahwa kejadian wabah H7N9 di China mengingatkan pada wabah flu burung H5N1 yang terjadi di Indonesia pada 2003 dan menyebabkan kematian jutaan ekor unggas bahkan manusia pada 2005 hingga 2011.
Selain itu, lanjutnya, juga mengingatkan pada wabah flu burung H5N1 Clade 2.3.2 pada itik antara bulan Oktober-Desember 2012.
"Virus H7N9 pada unggas di Indonesia belum teridentifikasi, namun dengan tingginya lalu lintas manusia dan perdagangan negara, termasuk migrasi burung liar, maka kewaspadaan akan masuk dan menyebarnya virus ini di Indonesia perlu ditingkatkan disertai tindakan preventif dan kesiagaan dini," katanya dalam diskusi "Mengenal dan Mewaspadai Virus Flu Burung H7N9".
Menurut dia, Indonesia memiliki sarana laboratorium rujukan untuk diagnosa penyakit hewan yang mampu menguasai teknik deteksi virus AI H7N9 secara cepat dan akurat. Dengan demikian,apabila ada virus AI baru atau bermutasi gen dapat segera diketahui.
"Kita koordinasikan dengan Ditjen Peternakan Kesehatan Hewan dan kementerian terkait sehingga cepat dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan," katanya.
Selain itu Badan Litbang Pertanian juga berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian dan Dinas Peternakan provinsi untuk mensosialisasikan bahaya virus flu burung H7N9.
Haryono menyatakan, saat ini Kementan telah melarang impor ternak dalam bentuk unggas hidup ataupun produk unggas lainnya seperti dalam bentuk daging dan bulu unggas guna mengantisipasi masuknya virus flu burung tersebut.
Sementara itu Ketua Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Emil Agustiono yang juga Deputi III Menkokesra menyatakan, Pemerintah membentuk tim tanggap darurat guna mengantisipasi penyebaran virus flu burung(Avian Influenza/AI) tipe H7N9.
"Virus baru itu bersifat zoonosis alias cukup mematikan pada manusia," katanya.
Sedangkan Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan Andi Muhadir mengatakan, sudah 126 manusia yang terpapar virus AI H7N9 di Republik Rakyat China (RRC). Di antara itu, 30 orang itu meninggal dunia.
Menurut dia, pihaknya mempersiapkan 2,6 juta butir obat untuk menyembuhkan korban yang terpapar AI.
Pewarta: Subagyo
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013