Jakarta (ANTARA) - Manajer Program Sekretariat Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ipin ZA Husni menyatakan bahwa kunci penurunan stunting terletak pada peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk mengedukasi keluarga tentang pentingnya pola asuh dan gizi.

"TPK jika diintervensi maka pengaruhnya sangat banyak, dan jangan sampai lepas, karena kalau lepas, tidak akan berdampak pada pola asuh dan pantauan gizi, serta perkembangan anak," kata Ipin dalam diskusi bersama media di kantor BKKBN, Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, tiga peran utama TPK yakni pendampingan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang kesehatan termasuk stunting kepada keluarga, pendampingan layanan rujukan kepada keluarga, dan pendampingan kepada keluarga untuk mendapatkan bantuan sosial.

Saat ini, ada 200.000 TPK se-Indonesia yang terdiri dari dari tim Pendampingan Kesejahteraan Keluarga (PKK), kader Keluarga Berencana (KB), dan bidan.

"Semua TPK di setiap daerah sudah dibekali stunting. Harapannya mereka bisa melakukan edukasi yang tepat kepada keluarga mengenai bahaya stunting," ujar Ipin.

Ia menekankan, untuk memaksimalkan peran TPK, perlu ada konvergensi dan kolaborasi multipihak atau pentahelix (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, media, dan masyarakat).

Baca juga: BKKBN sosialisasikan Program KB dan penanganan stunting di perbatasan

"Betapa besar pengaruh prevalensi stunting terhadap kecerdasan bangsa, kesehatan, dan fisik kita, untuk itu perlu konvergensi dan koordinasi yang padu antar unsur pentahelix, dan selama ini kolaborasi unsur pentahelix terbukti telah berhasil menurunkan angka stunting melalui berbagai program," tuturnya.

Terkait target penurunan angka stunting 14 persen di tahun 2024, ia mengatakan bahwa Indonesia bisa mencapainya mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya yang menunjukkan keberhasilan penurunan stunting.

"Pada periode 2018 ke 2019, Indonesia berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 3,1 persen menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), dari 30,8 persen menjadi 27,7 persen, padahal saat itu alat penurunan stunting belum mutakhir seperti sekarang," ucapnya.

Ia juga memaparkan, pada periode 2021 ke 2022, Indonesia juga berhasil menurunkan angka stunting sebesar 2,8 persen meski masih berada di tengah pandemi COVID-19, dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen.

"Tahun ini kita harus bisa menurunkan 3,8 persen kalau ingin mencapai target 14 persen di tahun 2024," katanya.

Data terakhir SSGI menunjukkan angka stunting nasional pada tahun 2022 ada di angka 21,6 persen, dan di tahun 2023 berdasarkan hasil penghitungan sementara, angka stunting ada di angka 17,8 persen.

Baca juga: Kepala BKKBN apresiasi program USB portable puskesmas se-Kubu Raya
Baca juga: FK ULM ajak masyarakat cegah stunting melalui cara tradisional

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023