Berdasarkan keterangan di laman resmi Sekretaris Kabinet, Senin, disebutkan bahwa alasan pengeluaran surat edaran itu adalah karena beberapa wilayah di Indonesia masih sangat potensial terjadi konflik sosial akibat terjadinya tumpang tindih penguasaan lahan di bidang kehutanan, perkebunan, pertambangan, dan lokasi transmigrasi.
Melalui Surat Edaran yang ditujukan kepada Menko Polhukam, Mendagri, Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Pertanian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri BUMN, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Jaksa Agung, Kapolri, para Gubernur dan Bupati/Wali Kota seluruh Indonesia itu, Seskab menyampaikan kembali arahan-arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Sidang Kabinet Terbatas 25 Juli 2012, khususnya terkait dengan penanganan sengketa/konflik lahan.
Menurut Dipo Alam, arahan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas 25 Juli itu antara lain adalah pertama, sengketa lahan antara negara atau PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dengan masyarakat agar dicarikan solusinya secara komprehensif, baik penyelesaian secara hukum maupun penyelesaian dengan pendekatan sosial dan budaya.
Kedua, agar para Gubernur dan Bupati/Walikota terus bekerja dan mengingatkan masyarakat apabila terjadi konflik lahan untuk dibicarakan lebih dahulu dan tidak melakukan pengrusakan dan pendudukan lahan yang melawan hukum.
Ketiga, penyelesaian sengketa lahan dikerjakan secara komprehensif dan jangan ditunda agar tidak menjadi bom waktu. Konflik lahan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung diselesaikan dengan tepat, adil, dan tertib dalam dua tahun atau dalam masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II.
Keempat, penanganan sengketa lahan harus menggunakan formula pendekatan hukum "win-win solution", sehingga negara tidak dirugikan dan rakyat mendapat kesejahteraan meskipun dunia usaha sedikit berkurang keuntungannya.
Kelima, pembentukan tim terpadu untuk menangani kasus-kasus lahan, seperti konflik PTPN II di Sumatera Utara, konflik Mesuji di Lampung, dan konflik PTPN VII Cintamanis di Sumatera Selatan.
Pewarta: Gusti Nur Cahya Aryani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013