Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menandatangani perpanjangan nota kesepahaman (MoU) dalam bidang pencarian solusi terhadap isu orang tanpa kewarganegaraan atau statelessness di Sabah, dengan Malaysia dan Filipina.
“Penandatanganan kerja sama ini menggambarkan upaya yang telah dilakukan oleh tiga NHRI (lembaga nasional HAM) dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan kesadaran akan fakta bahwa begitu banyak orang berstatus tanpa kewarganegaraan di kawasan Asia Tenggara,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan diterima di Jakarta, Sabtu.
Kerja sama yang ditandatangani oleh Komnas HAM, Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (SUHAKAM) Malaysia, dan the Commission on Human Rights of the Philippines (CHRP) itu
merujuk mekanisme pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum serta HAM dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN.
Negara-negara anggota ASEAN didorong mengikuti perkembangan situasi agar dapat melindungi HAM dengan lebih baik, termasuk melalui dialog inklusif serta konsisten menerapkan hukum internasional dan perjanjian regional.
Mekanisme tersebut diharapkan dapat mengubah cara pandang persaingan menjadi kerja sama. Dengan begitu, seluruh entitas ASEAN dapat memperkuat kerja sama regional, termasuk pengelolaan perbatasan, bantuan hukum lintas batas, dan pertukaran informasi.
Ruang lingkup kerja sama Komnas HAM, SUHAKAM, dan CHRP terkait upaya penanganan kasus tanpa kewarganegaraan di Sabah, melalui pola kolaboratif. Sebagai tindak lanjutnya, ketiga institusi HAM tersebut melaksanakan pembahasan draft action plan.
Kerja sama yang dirintis sejak 23 Juli 2019 ini berawal dari situasi terkini. Dijelaskan Ketua Komnas HAM, Sabah memiliki sejarah panjang masalah migran di kawasan Asia Tenggara.
Sementara dalam konteks regional, Indonesia memiliki hubungan erat dengan Pemerintah Malaysia karena dinamika kasus lintas batas negara, terutama di wilayah Sabah tersebut.
Orang-orang tanpa kewarganegaraan di daerah itu diklasifikasikan sebagai migran Indonesia yang tidak berdokumen dan telah tinggal di Sabah selama lima dekade.
Selain itu, juga dianggap sebagai penduduk asli, anak-anak dari pernikahan yang tidak diakui, anak-anak dengan dokumen orang tua yang tidak lengkap atau karena mereka telah ditinggalkan oleh orang tua mereka.
Orang tanpa kewarganegaraan mengalami kesulitan akses hak-hak dasar seperti pendidikan, perawatan kesehatan, pekerjaan, dan kebebasan mobilitas. Situasi tersebut berdampak besar terhadap pemenuhan HAM dan kinerja NHRI di masing-masing negara.
Lebih lanjut, sebagai bagian dari the Southeast Asia National Human Rights Institution Forum (SEANF), Komnas HAM turut memperhatikan isu-isu kebangsaan, kewarganegaraan, migrasi, dan membangun kerja sama lintas batas dengan NHRI lainnya.
Isu tanpa kewarganegaraan tersebut telah masuk dalam Rencana Strategis SEANF 2022-2026 dan menjadi pembahasan utama pada Pertemuan Tahunan SEANF ke-19 pada 2022 lalu.Komnas HAM optimistis komitmen NHRI, bersama SUHAKAM dan CHRP, mampu memberikan rekomendasi dari perspektif HAM secara efektif.
Komnas HAM, SUHAKAM, dan CHRP berkomitmen mendorong penanganan dan penyelesaian kasus orang tanpa kewarganegaraan dan berbagai basis data informasi. Selain itu, juga mengidentifikasi dan melakukan pendokumentasian kasus statelessness untuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi antar-NHRI.
Kerja kolaboratif antar-NHRI diyakini dapat memperkuat pekerjaan yang telah dilakukan oleh beberapa kementerian/lembaga atau pembuat kebijakan di masing-masing negara.
“Kami juga dapat membantu pembuat kebijakan di tingkat nasional dalam memetakan dan memantau keadaan tanpa kewarganegaraan melalui peningkatan pengumpulan data yang diperlukan,” kata Wakil Ketua SUHAKAM Datuk Hajah Mariati Robert.
Sedangkan Komisioner CHRP Atty. Beda A. Epres berharap kerja sama ketiga NHRI berdampak nyata untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia yang dihasilkan dari keadaan tanpa kewarganegaraan secara solutif.
Penandatanganan MoU antara Komnas HAM, SUHAKAM, dan CHRP tersebut dilakukan di Semporna, Sabah, Malaysia, Rabu (6/9/2023).
Baca juga: Komnas minta RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa disahkan
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023