“Demokrat berpikir rasional saja karena kalau kemarin mungkin ditanya ketika masih gabung dengan NasDem dan PKS, kami bisa menjawab: karena memang itu merintis dari awal, sehingga kemudian ada daya tawar, baik untuk portofolio maupun hal-hal lainnya,

Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) Partai Demokrat Herman Khaeron menyebut bahwa partainya berpikir rasional dan tidak menentukan syarat tertentu dalam berkoalisi pascahengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

“Demokrat berpikir rasional saja karena kalau kemarin mungkin ditanya ketika masih gabung dengan NasDem dan PKS, kami bisa menjawab: karena memang itu merintis dari awal, sehingga kemudian ada daya tawar, baik untuk portofolio maupun hal-hal lainnya,” ucapnya di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Sabtu.

Herman menjelaskan Partai Demokrat berpikir rasional karena saat ini mereka akan masuk dalam koalisi yang sudah terbentuk, yakni koalisi pendukung Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.

“Tapi kan sekarang ini masuk dalam koalisi yang sudah terbentuk. Oleh karenanya, berpikir rasional saja. Tentu kalau ada ruang yang terbuka dan dibicarakan apa yang secara rasional itu mungkin jadi porsinya Demokrat,” kata dia.

Dia pun menegaskan Partai Demokrat tidak memaksa untuk menawarkan sang Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi calon wakil presiden (cawapres) bagi koalisi yang baru.

“Kalau diajak jadi cawapres ya siap, tapi kalau pun tidak, kami lebih rasional untuk bergabung ke dalam koalisi ke depan. Mengikuti apa pun yang sudah jadi kesepakatan dan komitmen,” katanya.

Herman yakin Partai Demokrat mampu menambah kekuatan untuk koalisi. Menurut dia, partainya memiliki jaringan, kader, calon legislatif (caleg), hingga struktur dan elektabilitas yang tinggi.

“Bahkan punya elektabilitas tertinggi sebagai cawapres dan ini menjadi modal dasar untuk pemenangan siapa pun nanti koalisi ke depan,” ucap dia.

Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023