Jakarta (ANTARA News) - Mantan atasan dan sahabat Waaslog Kasad Brigjen Koesmayadi pada Sabtu malam membantah lulusan akademi militer 1975 menjadi bagian, apalagi merencanakan, kudeta dan menyimpan senjata gelap di rumahnya.
"Dia penggemar senjata dan mengoleksi senjata dari mana pun," kata mantan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD) Letnan Jenderal Purnawirawan Kiki Syahnakri di Jakarta, seusai tahlil memperingati sepekan Koesmayadi meninggal.
Ia menolak menjawab pertanyaan tentang bisnis senjata atau sesuatu menyangkut kedinasan mantan anak buahnya di Timor Timur sekitar tahun 1970-an itu. Koesmayadi meninggal Minggu (25/6) akibat serangan jantung di rumah sakit Melia, Cibubur, dan dimakamkan di taman makam Bahagia, Banten.
Kiki menepis kemungkinan senjata temuan di rumah Koesmayadi adalah senjata gelap.
Mantan atasan lain, Letjen Pur Zacky Anwar Makarim menegaskan semua petinggi TNI-AD tahu dan mengenal Koesmayadi, termasuk kegemarannya akan senjata, serta menyatakan agak aneh senjata itu sekarang dipersoalkan.
"Dia ahli dalam memodifikasi senjata. Semua dia coba. Tugas dia memang berkaitan senjata persenjataan. Semua tahu dia mengoleksi senjata, dan banyak," katanya tegas. Di ruang kerjanya, bahkan, ada meriam jadi pajangan, kata satu sahabatnya. Zacky menjadi atasan dan bertugas bersama Koesmayadi di Irian Jaya dan Timor Timur.
Yapto Sulistyo Suryosoemarno, sabahat Koesmayadi sejak 1980-an, menandaskan ketidak-mungkinan petinggi TNI-AD itu akan melancarkan kudeta. "Kudeta apa kalau sarapannya di ... `mall`," kata Ketua Partai Patriot Pancasila itu dengan menyebut nama mal di Jakarta Selatan itu.
Menurut dia, Koesmayadi mengoleksi berbagai jenis dan ukuran senjata, yang berasal dari berbagai tempat dan banyak di antaranya merupakan cendera mata dari rekan serta sahabatnya dari berbagai negara. Di depan rumahnya terdapat karangan bunga besar dari atase pertahanan kedutaanbesar Australia.
Yapto menyatakan tidak ada batasan jumlah bagi kolektor apa pun. Kasad Jenderal Djoko Santoso menyebut 145 pucuk senjata berbagai jenis temuan di rumah Koesmayadi di luar batas kepatutan yang ditetapkan TNI tanpa merinci.
Sahabat lain, Ruth Panjaitan, bahkan secara emosional mempersoal etika dalam perkara senjata itu. "Tidak adil. Orangnya sudah tidak bisa membela diri dihakimi begitu rupa. Rasanya, kita sudah tidak punya etika," katanya.
Arsitek lulusan ITB itu mengatakan bahwa bila senjata itu akan diperkarakan, TNI-AD dapat melakukan operasi intelijen atau penyidikan tanpa ribut-ribut, karena tersangkanya sudah tidak dapat diperiksa atau membela diri.
Kalau benar, katanya, selesaikan perkaranya, baru kemudian diumumkan. "Tentara `kan biasanya tertutup, apalagi soal senjata. Ini `kok` terbuka amat. Ada apa?" katanya mempertanyakan.
Koesmayadi adalah komandan satuan kecil yang berhasil menyergap gembong Fretilin Nikolao Lobato tahun 1978, sehingga mendapatkan sejumlah penghargaan dari negara. "Dia tidak kenal takut," kata Letjen Pur Muhammad Yunus Yosfiah, dalam sambutannya saat pemakaman mantan anak buahnya di Timor Timur itu.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006