Pekanbaru (ANTARA News) - Kalangan akademisi menilai rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sudah sangat terlambat dan tak praktis jika ada harganya dibedakan.

"Menaikkan harga BBM itu memang sudah sangat terlambat atau tepatnya tiga tahu lalu. Jika sejak dulu dilakukan itu maka berbagai kegiatan pembangunan jalan, kereta api atau jalan tol Sumatera, hingga Trans Sulawesi, Kalimantan dan Papua sudah bisa direalisasikan," kata Pakar ekonomi dari Universitas Andalas Prof, Dr, Elfindri.

Elfindri mengisyaratkan pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi satu harga saja.

"Yang praktis kenaikan harga BBM bersubsidi satu harga saja, sebab akan mudah dilaksanakan dan akan besar pula dampaknya terhadap pengurangan defisit anggaran," katanya.

Menurut guru besar Unand itu, kebijakan dua harga justru akan masih mengakibatkan kelompok berkendaraan umum dan bermotor akan diuntungkan dalam pemilu.

"Diuntungkan dalam Pemilu maksudnya, kebijakan itu hanya untuk menarik simpati masyarakat namun demikian, inflasinya juga akan tetap sama besar dan kompensasi yang diberikan juga demikian," katanya.

Ia memandang bahwa kenaikan harga BBM bisa menaikkan indeks harga umum dan dengan demikian pemerintah berupaya melakukan kompensasi untuk keluarga miskin.

Untuk program kompensasi bagi keluarga miskin tersebut, katanya, jauh lebih baik jika dibandingkan digunakan untuk program food for work atau cash for work.

"Kedua program trersebut adalah program yang mendorong orang bekerja, mislanya membersihkan bandar selokan, mengerjakan sawah , empang, mencat fasilitas publik kemudian diberi kompensasi upah kerja," katanya.

Menurut Elfindri, kenaikan harga BBM bersubsidi sangat diperlukan untuk menghindari dampak negatif terhadap APBN.

Elfindri membandingkan harga BBM di Vietnam serta Thailand yang Rp9.000 sampai Rp12.000 per liter, bahkan di Eropa harga BBM kini sudah mencapai setara Rp24.000 liter.

"Di samping itu, masyarakat di Eropa dikenai pajak pembelian BBM, namun di Indonesia justru tidak demikian," katanya.

Penerapan pajak BBM di Indonesia, katanya lagi, sebenarnya bisa disusun dan diterapkan sekitar tiga tahun dari sekarang.

"Kebijakan ini penting sekaligus akan mengalihkan penggunaan energi ke yang lebih murah," katanya.

Sementara itu, ketika harga BBM dinaikkan sebaiknya pemerintah juga perlu menyiapkan ke mana dana pengurangan subsidi itu dikucurkan.

"Karena itu, naikkan harga BBM bersubsidi juga harus dibarengi dengan akuntabilitas dengan penjelasan berapa struktur biaya dan berapa subsidi serta untuk apa pengurangan subdisi tersebut," katanya.

Oleh Frislidia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013