Kegiatan pengabdian ini merupakan salah satu bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dilaksanakan. Kami berharap kegiatan ini bisa bermanfaat bagi warga Desa Celuk
Gianyar (ANTARA) - Tim Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Nasional dari Universitas Warmadewa (Unwar), Denpasar, Bali memberikan edukasi dan kiat-kiat usaha membangun kesadaran pengembangan pariwisata berbasis gender kepada para pemangku kepentingan di Desa Wisata Celuk, Kabupaten Gianyar.
"Kegiatan pengabdian ini merupakan salah satu bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dilaksanakan. Kami berharap kegiatan ini bisa bermanfaat bagi warga Desa Celuk," kata Dra Lilik Antarini MErg selaku Ketua Tim PKM Nasional Unwar tersebut di Gianyar, Jumat.
Pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP Unwar ini berkolaborasi dengan FISIP Universitas Diponegoro, Semarang dengan menghadirkan narasumber Dr Victorius Adventius Hamel STh, MSi dan Dr AP Tri Yuniningsih MSi bertempat di Kantor Perbekel Desa Celuk.
Baca juga: Wamendes: Keterlibatan masyarakat penting dalam membangun desa wisata
"Kami berharap kerja sama yang baik dan telah terjalin dengan Desa Celuk ini dapat berkelanjutan sehingga bisa memberikan manfaat bagi pengembangan desa wisata yang terkenal dengan kerajinan peraknya ini," ucap Lilik.
Kegiatan PKM yang bertajuk "Membangun Desa Wisata Berbasis Gender: Usaha Membangun Kesadaran Pariwisata Berbasis Gender di Desa Celuk" ini diikuti oleh Perbekel (kepala desa) Desa Celuk beserta jajaran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Badan Pemberdayaan Desa, Tim Penggerak PKK, Pokdarwis dan sejumlah unsur terkait.
Akademisi FISIP Unwar Dr Victorius Adventius Hamel STh selaku narasumber dalam kegiatan pengabdian itu mengingatkan jajaran pemerintahan desa agar adaptif terhadap perubahan dan perkembangan global yang terjadi begitu cepat, yang juga berdampak pada desa.
Ia mencontohkan, pengaruh perang Rusia dan Ukraina yang berdampak pada peningkatan kunjungan wisman dari negara tersebut ke Bali. Namun, persoalannya, tidak sedikit dari mereka itu ketika bersentuhan dengan masyarakat malah berulah yang berdampak mencoreng citra pariwisata.
Baca juga: Pemkab Bandung bentuk 38 desa wisata manfaatkan keunggulan alam
"Ekonomi Bali memang naik akibat peningkatan kunjungan wisman, tetapi apakah sudah didukung kesiapan infrastruktur dan SDM?," ujarnya mempertanyakan.
Terkait dengan keterlibatan atau partisipasi perempuan dalam penggerak kepariwisataan di Bali, Victor mengutip data dari Godevi (aplikasi digital untuk pemberdayaan desa wisata) melihat keterlibatan perempuan pada pengembangan desa wisata masih sangat rendah karena hanya 8 persen, sedangkan peran laki-laki mendominasi sebesar 92 persen.
Persoalan klasik yang mengemuka mengenai rendahnya keterlibatan perempuan itu karena masih adanya isu atau penilaian bahwa kaum hawa pengetahuannya lebih rendah, kurang berpengalaman, kurang fasilitas hingga masih minimnya modal.
Oleh karena itu, dalam konteks kesetaraan gender terkait pengembangan desa wisata, Victor memberikan sejumlah usulan yang hendaknya diperhatikan yakni dengan membuka peluang pekerjaan yang pantas untuk kaum perempuan dan sekaligus membuka ruang-ruang pendidikan dan pelatihan bagi perempuan.
Selanjutnya juga memberikan ruang yang lebih besar bagi kaum perempuan dalam proses pengambilan keputusan serta membangun kesadaran mengenai pembangunan komunitas dan "civil society" yang setara.
Baca juga: Pemkab Bangka Barat gencarkan promosi wisata budaya
Sementara itu, akademisi FISIP Undip Dr AP Tri Yuniningsih MSi selaku narasumber yang terhubung secara daring juga menyampaikan pentingnya peran perempuan untuk bersama-sama mengembangkan desa wisata.
"Harus ada ruang kesetaraan bagi kaum perempuan untuk berpartisipasi. Desa wisata hendaknya bisa berkembang oleh kita dan untuk kita. Selain itu, desa wisata harus didukung adanya atraksi wisata dan aksesibelitas yang memadai," katanya.
Sementara itu, Perbekel (kepala desa) Celuk I Nyoman Rupadana mengapresiasi kegiatan PKM Nasional menyasar Desa Celuk yang sudah sejak 108 tahun lalu terkenal dengan kerajinan peraknya. Awalnya warga membuat kerajinan berbahan perak untuk kebutuhan peralatan upacara.
Menurut Rupadana, sebelumnya hampir tiap rumah yang berada di sepanjang Jalan Raya Celuk memiliki art shop dan para penghuninya merupakan perajin perak. Puncak kejayaan para perajin perak di Celuk terjadi sekitar era 1980-an hingga 1995 dengan ramainya wisatawan yang ke sana.
Seiring waktu, yang menekuni bisnis kerajinan perak tak lagi lingkup rumah tangga, namun menjadi bisnis dengan skala yang lebih besar yakni satu pemilik usaha itu mereka mempekerjakan sejumlah warga lokal. Penjualan pun sudah beralih menggunakan platform online dan juga ekspor ke sejumlah negara di Eropa dan Amerika.
"Kaum laki-laki dan perempuan di desa kami sama-sama bergerak menjadi perajin perak, bahkan kaum perempuan yang lebih teliti. Hanya saja kini generasi muda kami sudah mulai tidak melirik kerajinan ini," kata Rupadana.
Baca juga: Kemenparekraf salurkan dana pengembangan ke dua desa wisata NTT
Oleh karena itu, selain kerajinan perak, di Desa Celuk juga sudah mulai dikembangkan paket wisata dengan mengoptimalkan potensi keindahan alam yang dimiliki desa seperti wahana swing (ayunan), membuka jalur trekking, destinasi tubing serta mengenalkan jembatan zaman Belanda yang dimiliki.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023